Cerpen Seru:The Pursuit Of Love #6
Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya. Karin terus memikirkan ucapan
Daniel di kantornya tadi. Ia benar-benar kesal di buatnya. Tuduhan
Daniel yang mengatakan bahwa gadis itu menghindarinya memanglah benar.
Karin memang sangat malu atas kejadian kemarin, saat dirinya mencium
lelaki itu, walaupun itu bukan unsur kesengajaan, tapi tetap saja ia
amat sangat malu dan dirinya berusaha menutupi rasa malu itu dengan
bersikap galak dan menghindari Daniel.
Sebenarnya, Karin sangat ingin menerima pekerjaan di kantor Daniel
tapi mengingat ia harus bertemu lelaki itu setiap hari, ia memilih untuk
berpikir seribu kali.
Bagaimana jika Daniel sengaja memberinya pekerjaan untuk
mencemoohnya atau membalas perbuatan yang telah ia lakukan? Biar
bagaimanapun, Karin bukan hanya sudah menciumnya tapi juga mengomelinya
dan menendang kakinya dua kali.
"Aakkkhhh!!" gadis itu menjerit frustasi sambil menendang kaleng
kosong di dekat kakinya. Sungguh hari-hari yang memilukan bagi dirinya.
Beberapa saat lamanya, berjalan dengan pikiran yang tak pasti, Karin
akhirnya sampai di rumahnya. Langkahnya terhenti di depan pintu pagar
saat melihat seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu
rumahnya. Itu ibu pemilik rumah yang ia sewa, dan Karin baru ingat bahwa
dirinya belum membayar sewa rumah untuk bulan ini.
"Bibi.." desis Karin lirih. Wanita itu berbalik dan tersenyum kearahnya.
"Bagaimana? Kau sudah punya uang? Hari ini sudah jatuh tempo" kata
Ibu itu setengah tak tega, tapi biar bagaimanapun ia harus tetap
mengambil sewa rumah karena dirinya sendiri juga membutuhkan uang.
Karin merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop putih berisi
gaji terakhirnya. Ia mendesah saat memeriksa isi amplop dan mendapati
jumlah gajinya jauh lebih kecil dari biasanya, gajinya banyak dipotong
karena dirinya sering mengambil cuty untuk kuliah.
"Ini.." kata Karin sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada Ibu pemilik rumah, Ibu itu tersenyum kemudian bergegas pamit.
Sepeninggal Ibu pemilik rumah, Karin mendesah dan mengacak rambutnya
kesal. Bagaimana untuk sewa bulan depan? Bisa-bisa ia harus angkat kaki
dari rumah ini.
Karin segera melangkah masuk ke dalam rumahnya, gadis itu kemudian
pergi ke dapur dan memeriksa isi kulkas dan ternyata kosong, lalu ia
beralih ke almari tempatnya biasa menyimpan makanan instan dan disanapun
hanya tersisa beberapa bungkus mie instan.
Gadis itu meringkuk di lantai dengan wajah depresi. Ia bahkan belum
membayar biaya kuliahnya semester ini dan tabungannya semakin menipis,
ditambah lagi kebutuhan sehari-harinya. Ya ampun, gadis itu bisa gila.
Semenjak kedua orang tuanya meninggal, gadis itu hidup sebatang kara
selama setahun belakangan ini, dan selama itu ia bertahan karena masih
memeliki pekerjaan namun kini setelah pekerjaannya dicabut, entah
bagaimana ia akan menjalani hidupnya.
Karin merebahkan rubuhnya dan berbaring di lantai.
"Apa aku terima saja pekerjaan dari laki-laki itu?" gumamnya dengan mata menerawang.
***
"Kau sudah pulang kuliah?"
Reina mengernyitkan keningnya saat mendengar pertanyaan yang
terlontar dari mulut Daniel. Benar-benar tidak seperti biasanya,
sepupunya itu menelponnya dan menanyakan hal seperti itu. Bahkan Reina
masih ingat bagaimana kemarin Daniel mengatakan benci padanya. Lelaki
itu memang suka berubah-rubah.
"Heh! Apa kau salah minum obat hah?"
"Aku bahkan tidak pernah minum obat! Eum, kau sudah pulang belum?
Mau ku jemput?" tanya Daniel dengan suara super manis. Reina sampai
ingin muntah mendengarnya.
"Apa suasana hatimu sedang baik hah?"
"Apa maksudmu? Suasana hatiku memang selalu baik"
"Kau itu seperti bunglon! Selalu berubah-rubah sesuai dengan suasana hatimu!"
"Hey, bagaimana bisa kau menyamakanku dengan makhluk seperti itu!?"
"Sudahlah, sebenarnya apa yang membuatmu ingin menjemputku?"
"Ah, aku hanya ingin.. Kau kan tau, aku ini sepupumu yang paling tampan dan baik hati"
"Cih! Aku baru saja ingin menghubungi kak Keenan, tapi kau sudah membuat telfonku sibuk!"
"Heh! Kau ini adik macam apa? Kakak mu itu sedang sibuk! Sudah, biar
aku saja yang jemput! Aku sedang bebas hari ini! Tunggu disana, aku
akan segera datang!"
Reina mengernyit dan telfon sudah diputuskan secara sepihak.
Benar-benar aneh, tidak biasanya Daniel bersikap seperti itu dan
tiba-tiba Reina teringat sesuatu.
"Apa dia ingin bertemu gadis itu?"
***
Daniel mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia langsung dari
kantor dan masih berpakaian rapi. Sebenarnya tujuan utamanya bukan
menjemput Reina, tentu saja, mana mungkin ia mau menjemput gadis itu
secara sukarela dan bukan karena terpaksa?
Lebih cepat 5 menit dari kemarin, Daniel sudah tiba di depan gerbang
kampus. Ia langsung turun dari mobil dan mengarahkan pandangannya
kesana kemari untuk mencari Reina sekalian mencari seseorang yang lain.
Beberapa mahasiswi menatapnya dan berusaha mencuri perhatiannya tapi
Daniel hanya tersenyum pendek. Ia kemudian berjalan masuk ke area
kampus karena tak mendapati kedua orang yang dicarinya diluar.
Daniel berjalan santai dan perlahan menyusuri area kampus yang
begitu luas, matanya tidak henti mencari, entah mencari Reina ataupun
mencari gadis lain, dan itu pastilah Karin.
"Pak!" Daniel tersentak saat seorang mahasiswa berkacamata dan berambut cepak menghadang langkahnya.
"P-pak?" desis Daniel tak terima.
"Ini, apa kau bisa membantu ku menjelaskan materi ini? Aku
kesulitan.." ucap mahasiswa itu sembari menaikkan kaca matanya. Daniel
menggeram.
"Kau pikir aku dosenmu hah? Apa-apaan kau? Apa aku setua itu?! Aku
masih muda dan pasti lebih muda darimu! Beraninya kau memanggilku pak!
Oh ya ampun..." Daniel mendesah geram. Mahasiswa di depannya nampak
kaget, ia benar-benar mengira bahwa Daniel adalah salah satu dosen di
kampusnya, mengingat Daniel menggunakan kemeja dan jas, biasanya yang
berpakaian seperti itu diarea kampus hanyalah dosen.
"Maafkan aku.. Aku kira kau.."
"Matamu sudah empat! Tambahkan dua lagi agar kau bisa lihat dengan jelas!" bentak Daniel emosi.
"Aku minta maaf, permisi"
"Heh! Tunggu!" cegat Daniel seraya menarik kerah belakang mahasiswa itu, ia pun langsung mengambil posisi di depannya.
"Kau kenal seorang gadis bernama Karin?" tanyanya.
"Karin? Siapa? Disini banyak yang namanya Karin"
"Yang paling cerewet dan galak diantara semua Karin!"
"Oh.. Aku tidak tau, semuanya cerewet dan galak"
"Yang paling bodoh"
"Entahlah"
"Yang rambutnya agak coklat kemerahan"
"Apa yang kau maksud.. Karina Arista? Anak fakultas seni?"
Pertanyaan mahasiswa itu membuat Daniel mengangguk cepat.
"Dimana aku bisa bertemu dia?"
"Kurasa dia ada di ruang teater"
"Ruang teater?"
"Eum, dia ikut memainkan drama yang akan dipentaskan diacara kampus nanti"
"Oh.. Dimana ruang teaternya?"
"Cari saja sendiri! Aku bukan pemandu wisata!"
"Heh! Apa katamu? Berhenti disitu!" teriak Daniel murka dan
mahasiswa yang tak diketahui namanya itu segera melarikan diri. Daniel
mendesah keki lalu melanjutkan langkahnya.
"Ruang teater pasti ada di fakultas seni kan?" gumamnya sendiri lalu
berjalan menuju gedung fakultas seni, sepertinya ia sudah sangat lupa
pada sosok sepupunya.
Daniel sampai di fakultas seni, masih banyak mahasiswa dan mahasiswi
yang berlalu lalang disini. Beberapa diantaranya para gadis yang
terjerat pesona Daniel. Mereka semua mengira bahwa Daniel adalah dosen
muda yang akan mengajar di kelas mereka.
"Permisi.. Apa kalian tau dimana ruang teater?" tanya Daniel pada
beberapa mahasiswi yang sedang berkumpul. Mereka nampak sumringah dan
tak henti menyunggingkan senyum termanis mereka.
"Oh.. Ada diujung sana.." kata seorang diantara mereka sambil menunjuk ke sisi kanannya.
"Bapak lurus saja.. Lalu belok kanan, tepat di ujung koridor,
disitulah ruang teater" tambah seorang lainnya. Daniel menahan geram.
Lagi-lagi dirinya dipanggil bapak.
"Terimakasih" ucap Daniel alakadarnya.
Iapun bergegas menuju ke arah yang ditunjukkan mahasiswi-mahasiswi
itu, meninggalkan mereka yang masih sumringah menatapnya. Sebenarnya
Daniel sangat kesal, ia tidak suka di panggil bapak, lagipula
menurutnya, usianya tidak jauh berbeda dengan mereka. Hanya saja ia
lulus kuliah lebih cepat, IQ Daniel sangat tinggi dan dia lulusan
Harvard University diusianya yang masih sangat muda.
Tak sampai 5 menit berjalan, Daniel telah tiba di ujung koridor, ada
sebuah ruangan dengan pintu tertutup disana. Dipintu itu tertempel
sebuah kertas dengan tulisan "Bukan Artis diLarang Masuk!"
"Ya ampun! Mereka sombong sekali! Artis darimana? Kapan mereka main
film hah?" gerutu Daniel dengan bibir mengerucut. Didalam ruangan itu,
ia mendengar banyak suara-suara yang melebur jadi satu, sepertinya
ruangan itu sudah seperti pasar ikan.
Daniel membuka pintu dengan percaya dirinya, tak peduli dengan
tulisan yang tertempel di pintu. Dan ketika dirinya melangkah masuk ke
dalam ruangan, semua mata langsung memandang kearahnya dengan tatapan
heran.
"Siapa dia?" beberapa orang nampak berbisik-bisik. Kening Daniel mengernyit, mereka laki-laki semua.
"Heh, kau tidak baca tulisan di pintu? Bukan artis dilarang masuk!
Cepat keluar!" usir seorang diantara mereka. Daniel mendengus dan
tersenyum sinis.
"Aku memang bukan artis, tapi kau tau tidak, aku sudah beberapa kali
ditawari main film, hanya saja aku tolok! Aku lebih memilih jadi
pengusaha! Kau tidak lihat wajahku yang lebih tampan dari aktor
hollywood ini? Beraninya kau mengusirku! Kau bisa ku tuntut!" oceh
Daniel dengan muka datar. Semua yang ada di ruangan itu melongo
menatapnya.
"Heh! Kau bukan mahasiswa disini ya?"
"Tentu saja bukan! Aku lulusan Harvard University dan IQ ku diatas 138!" jawab Daniel sombong.
"Heh Tuan sombong! Sepertinya ini bukan tempatmu! Pergilah sebelum
kami menghajarmu!" hardik seorang berbadan besar. Bukannya takut, Daniel
malah menatapnya seolah menantang.
"Ini ruang teater apa markas geng?" tanyanya masih santai.
"Apa katamu?" orang-orang itu mulai kehabisan kesabaran, seorang
diantara mereka malah bersiap maju untuk menghajar Daniel, jika saja
teman-temannya tidak menghalangi.
"Aku kesini ingin bertemu seseorang, apa disini tidak ada
perempuan?" tanya Daniel sambil mengedarkan pandangannya, menatap semua
orang yang ada didalam ruangan itu satu persatu.
"Heh! Lebih baik kau keluar saja! Kami tidak menerima tamu, kami sedang latihan dan sebaiknya kau tidak menganggu!"
"Sudah ku bilang aku mencari seseorang! Apa kalian menyembunyikannya? Cepat keluarkan dia atau ku tuntut kalian!"
"Aish! Orang ini benar-benar.." seseorang diantara mahasiswa seni
itu hilang kesabaran, ia menghampiri Daniel dan melayangkan pukulan
kearahnya tapi dengan santainya Daniel menangkap tangan yang melayang
hendak menghantam wajahnya itu.
"Aku juga bisa berkelahi!" ucapnya menantang. Dan hal itu memicu
emosi mereka semua, mereka langsung mengerubungi Daniel dan ketika
hendak mengeroyoknya, pekikan seseorang menghentikan mereka.
"Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!"
0 Responses to “Cerpen Seru:The Pursuit Of Love #6”
Posting Komentar