Nuansa Remaja

Blog Remaja Indonesia

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #23

Hari ini aku baik kan.. Post 3 part dan lebih panjang dari biasanya :3
Tapi abis ini aku tunda dulu lanjutannya ya.. Mungkin minggu depan :/

Abis baca RCL nya jangan lupa :) ini aku cape lho, dari tadi jaringan ngajak berantem :D walaupun ancur, jelek de'el'el, hargain ya :)

***

Tan lekas melepaskan tangan Karin ketika melihat Keenan berdiri diambang pintu ruangannya dengan wajah kaget. Karin pun segera berdiri tegak dan menunduk malu. Dalam hati, ia mengutuki Tan yang sudah membuatnya malu bahkan di depan Keenan.

Setelah agak lama hening, Tan akhirnya berdiri dan bersuara.

"Kakak! Kau salah paham!" tukasnya. Keenan hanya menatapnya seolah tak percaya.

"Apa aku mengganggu?" tanya Keenan dengan wajah innocent. Tan segera menghampirinya.

"Kau salah lihat! Abaikan penglihatanmu!" kata Tan dengan nada menyuruh. Keenan tersenyum tipis.

"Mataku masih normal"

"Kau tidak mengerti.. Aku hanya.. Heh! Cepat keluar!" teriak Tan pada Karin. Karin pun segera keluar dengan menundukkan kepala dan bersungut-sungut mengumpati kelakuan Tan.

Sepeninggal Karin, Tan langsung menarik Keenan masuk dan menutup pintu.

"Hey.. Santailah sedikit.. Kau gugup sekali.." goda Keenan sambil terkekeh.

"Aku tidak mau kau salah paham, jadi akan ku jelaskan!" tegas Tan. Keenan hanya tertawa kecil kemudian duduk santai diatas sofa.

"Baru satu hari.. Katanya tidak akan jatuh cinta bahkan sampai satu tahun.." sindir Keenan. Tan menatapnya kesal.

"Aku hanya mengerjainya! Coba kau lihat kejadiannya dari awal! Dia itu sangat gampang di kerjai, cepat gugup dan juga bodoh! Jadi, aku hanya mengerjainya saja! Tidak lebih! Aku tidak menyukainya!"

Keenan mengerjap-ngerjapkan matanya dan menatap Tan dengan tatapan tak percaya. Tan bertambah kesal dari refleks melempar bantal sofa kearah kakak sepupunya.

"Sudahlah, adik sepupuku yang tampan.. Mengaku saja!"

"Mengaku apa?! Kau jangan menghakimiku begitu! Kau punya bukti kalau aku suka padanya?" Tan benar-benar sewot dan Keenan senang sekali melihatnya.

"Harusnya tadi ku foto, sayangnya aku terlalu kaget jadi tidak sempat mengeluarkan ponsel" gumam Keenan yang semakin membuat Tan meradang.

"Kau tidak lihat bagaimana mulanya! Aku hanya mengerjainya!" tandas Tan tak mau mengalah.

"Bagaimana ya ekspresi Ibumu jika melihatmu sedang bermesraan begitu dengan sekretaris barumu?"

"Ibu tidak akan lihat! Lagipula siapa yang bermesraan dengan si bodoh itu?! Kau jangan asal menarik kesimpulan!"

Keenan tertawa melihat Tan yang begitu bersikeras dengan pendiriannya bahwa ia tak menyukai Karin. Padahal apa yang dilihat Keenan tadi sudah menjadi salah satu bukti bahwa Tan menyukai gadis itu.

"Kau jangan menyudutkanku!" ketus Tan keki.

"Baiklah.. Anggap saja ucapanmu itu benar! Kau hanya mengerjainya.. Oke,oke! Aku coba pahami.."

Tan menghela nafas lega dan langsung menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Keenan terkekeh geli.

"Kalau kau meninggalkan posisi direktur karena jatuh cinta padanya.. Kira-kira.. Ibumu akan menempatkan siapa disini ya? Apa mungkin aku?"

"Heh!!" Tan kembali duduk tegak ketika mendengar ucapan Keenan.

"Tidak akan ada yang menggantikanku disini! Jangan bermimpi! Lagipula kau sudah punya perusahaan sendiri! Bagaimana bisa kau mencoba merebut perusahaanku! Jangan-jangan kau sengaja ya melakukan taruhan itu supaya bisa menggantikan posisiku?!" sembur Tan emosi. Keenan yang mendengarnya hanya tersenyum santai.

"Mana mungkin aku bertujuan seperti itu, perusahaanku bahkan lebih besar dari punyamu.. Aku melakukan taruhan itu hanya untuk mengujimu, kau terlalu menjunjung tinggi harga diri!"

"Kakak! Sebenarnya tujuanmu kesini apa? Kau mau berdebat denganku?" tanya Tan yang emosinya mulai surut. Terkadang bicara dengan Keenan juga bisa membuatnya meradang. Dibalik penampilannya yang maskulin dan karismatik, Keenan tak jauh beda dengan Reina yang suka membuat kesal orang dan orang yang paling sering dibuat kesal ialah Tan.

"Oh iya! Aku baru ingat! Aku datang kesini untuk mengajakmu makan siang! Kau jarang ke kantorku sekarang, maklumlah.. Kau kan punya sekretaris baru.. Jadi.."

"Kakak!!" seruan atau lebih tepatnya bentakan Tan seketika membuat Keenan bungkam. Lelaki itu mengulum senyum dan berusaha menahan tawa.

"Aku tidak mau pergi denganmu jika kau hanya membahas masalah tidak penting seperti itu!" ketus Tan sambil memalingkan wajah.

"Baiklah.. Aku janji tidak akan membahasnya, tenang saja.. Jadi, mau ikut tidak?"

***

"Hah! Setan menyebalkan! Lagi-lagi dia menggodaku! Membuatku malu! Bahkan di depan Pak Keenan! Aku tidak mau.. Aku pasti dianggap sekretaris penggoda bosnya! Ya ampun.. Mau ditaruh dimana muka ku? Bisa-bisanya dia mengerjaiku seperti itu! Oke! Mulai sekarang, setiap kali dia melakukan hal-hal seperti itu lagi, aku tak akan segan-segan menghajarnya! Ini menyangkut harga diri dan aku harus memperjuangkan harga diriku sampai titik darah penghabisan! Mana boleh membiarkan setan bodoh sepertinya menginjak-injak harga diriku! Dia pikir dia itu hebat, mentang-mentang..." gerutuan panjang lebar Karin buru-buru ia hentikan ketika Tan keluar dari ruangannya bersama Keenan. Tan hanya memandang Karin sinis lalu berjalan melewatinya sementara Keenan yang berjalan di belakang Tan malah menebar senyum pada gadis itu. Karin hampir meluruh ke lantai ketika dua pria itu sudah jauh. Ia malu sekali. Senyuman Keenan pasti senyuman mengejek, pikirnya.

"Huah! Aku tidak tahan kerja disini!" pekik Karin frustasi.

***

Tan dan Keenan masuk kesebuah cafe yang sering mereka kunjungi setiap kali makan siang bersama. Kedua lelaki tampan dan pengusaha muda itu langsung mengambil duduk di salah satu meja yang masih kosong.

Tan masih tampak kesal sementara Keenan hanya tersenyum seperti biasanya.

"Heh! Jangan cemberut begitu!" ujar Keenan sambil menampik kepala Tan dengan buku menu. Tan meringis sambil mengusap kepalanya.

Keenan lalu sibuk menatapi buku menu dan memilih-milih makanan dan minuman yang ditawarkan cafe itu. Tan semula malas, namun daripada hanya duduk diam seperti tak punya uang, ia pun segera ikut berkutat dengan buku menunya.

"Permisi.." suara seorang gadis yang berdiri di dekat mereka terabaikan begitusaja. Keduanya sedang asik memilih menu.

"Maaf, apa.." gadis itu bersuara lagi dan Tan langsung mengangkat tangannya dan berkata tanpa menoleh.

"Kami sedang lihat menunya? Tunggu saja, kalau kami sudah ingin memesan, akan kami panggil!"

Keenan hanya tersenyum mendengar jawaban Tan, ia kemudian mendongak dan tertegun melihat gadis yang ada di dekat meja mereka. Gadis itu bukan pelayan seperti yang di duga Tan melainkan Alena.

"Alena, hey.." Keenan menyapa. Alena tersenyum membalas sapaan lelaki itu sementara Tan yang mendengar sapaan Keenan segera menoleh.

Alena langsung tersenyum pada Tan. Senyum yang manis tapi Tan tak tertarik sama sekali, ia hanya tersenyum singkat lalu kembali berkutat pada buku menu. Wajah Alena terlihat kecewa.

"Aku kesini sendirian dan saat aku melihat kalian.. Aku ingin sekali bergabung.. Apa boleh?" tanya Alena sembari menatap Keenan dan Tan bergantian. Berbeda dengan Tan yang hanya diam, Keenan justru mengangguk semangat.

"Silahkan! Kami dengan senang hati menerimamu.." kata Keenan. Ia bahkan berdiri dan menarik kursi untuk Alena. Alena berterimakasih dan menduduki kursi yang ditarik Keenan.

"Bagaimana kabar kak Keenan dan juga Daniel?" tanya Alena basa-basi. Keenan hendak menjawab namun Tan lebih dulu memotong.

"Tidak perlu menanyakan hal yang sudah kau ketahui jawabannya" kata Tan datar dan terkesan cuek. Alena dan Keenan berpandangan.

Keenan yang menyadari ke kecewaan di wajah Alena atas jawaban cuek Tan, langsung mengalihkan pembicaraan.

"Alena, kau mau pesan apa?" tanya Keenan. Alena berpikir sebentar.

"Aku pesan juice melon saja.." jawab Alena diiringi senyum. Keenan mengangguk lalu beralih pada Tan.

"Kalau kau? Mau pesan apa?"

"Pesan taxi untuk pulang!" ketus Tan. Keenan langsung tertawa garing sambil memukul lengan Tan sementara Alena hanya mengulum senyum. Ia sadar, sepertinya Tan tidak senang bertemu dengannya. Padahal ia masih ingat saat Tan bilang mereka bisa bertemu lagi ditempat yang lebih baik. Tapi sekarang pria itu malah mengacuhkannya.

"Kau ini suka sekali bercanda!" kata Keenan masih tertawa garing. Ia lalu segera memanggil pelayan, menyebutkan pesanan Alena dan pesanannya sementara Tan yang badmood tidak memesan apapun.

"Ada apa denganmu? Ini jam makan siang, masa kau tidak memesan apapun? Kau mau makan hati eum?" cerocos Keenan.

"Kau mau memberikan hatimu? Akan kumakan sampai habis!" sahut Tan ketus.

Keenan lalu melihat kearah Alena dan tersenyum sumringah.

"Kau cantik sekali hari ini, apa kau mau pergi berkencan?" pertanyaan Keenan seketika membuat Alena tersipu. Tan melirik malas.

"Apa aku terlihat seperti mau pergi kencan?"

"Kau terlihat cantik setiap hari" sahut Keenan dan rona merah di pipi Alena semakin terlihat. Tan mendesis jengkel.

"Oh ya ampun.. Aku ada rapat sebentar lagi! Kakak, aku harus pergi.. Nikmati makan siangmu ya.. Aku pergi.." Tan berdiri dan pamit pergi.

Alena terlihat seperti ingin menahannya tapi Tan langsung pergi tanpa menghiraukan apapun. Alena mendesah kecewa.

"Apa dia sesibuk itu?" tanyanya pada Keenan.

"Entahlah, ini masih jam makan siang.. Bagaimana bisa dia ada rapat? Aneh.." gumam Keenan. Alena tertunduk sedih.

***

Tan sedang mengendarai mobilnya ketika ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dengan malas. Tan mengangkat panggilan dari Ibunya itu.

"Iya.."

"........"

"Apa? Ibu di bandara? Tapi Ibu.. Aku tidak bisa, aku.. Ah, baiklah.. Aku akan segera datang.."

Tan meringis usai mematikan telfon Ibunya, ponselnya dilempar sembarangan ke jok samping. Terpaksa ia putar arah dari menuju kantor menjadi ke bandara. Ibunya pulang hari ini dan sekarang sudah ada di bandara.

Tak sampai sepuluh menit, Tan sudah sampai di bandara. Ia segera bergegas masuk dan mencari-cari Ibunya. Langkahnya terhenti saat melihat seorang wanita paruh baya berpenampilan stylish yang sedang berjalan menuju kearahnya. Diiringi asisten pribadinya yang menyeret koper di belakangnya.

Tan menyunggingkan senyum dan Ibunya langsung mendekap putra semata wayangnya itu.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Ibunya. Terlihat rasa rindu diwajahnya. Sudah seminggu tidak bertemu Tan karena harus pergi keluar negeri mengurus pekerjaan.

"Tentu saja baik! Ibu sendiri terlihat sehat dan menjadi lebih cantik.."

"Tentu saja! Ibu adalah wanita paling cantik diseluruh dunia" seru Ibu Tan narsis. Ibu dan anak ini memang memiliki sifat yang sama.

"Bagaimana pekerjaan disini? Kau mengurusnya dengan baik kan? Pastikan kau tidak terlambat lagi!"

"Iya Ibu.. Ayo pulang" ajak Tan dan Ibunya pun mengangguk. Mereka lalu bergegas keluar dari bandara diikuti asisten Ibu Tan.

***

"Kepulangan Ibu selain karena pekerjaan sudah selesai, tetapi juga ingin membicarakan sesuatu denganmu.." ucap Ibu Tan yang nampak serius. Tan mendengarkannya dengan baik. Tapi entah mengapa, perasaannya tak enak. Merasa bahwa hal yang ingin dibicarakan Ibu bukanlah hal yang baik untuknya.

"Tan.. Kau sudah dewasa, sudah saatnya kau memiliki seorang istri dan Ibu.." Ibu Tan menghentikan sebentar ucapannya. Tan sudah menduga, ia langsung terlihat malas.

"Ibu sudah bicara dengan keluarga Tuan Emrick.. Mereka ingin sekali kau dan Alena berjodoh.. Ibu sendiri juga sangat menginginkannya, kau mau kan dijodohkan dengan Alena?"

Tan terhenyak. Emrick benar-benar sangat serius ingin menjodohkannya dengan Alena bahkan sudah bicara dengan Ibunya. Padahal Tan sama sekali tidak menyetujui perjodohan itu. Ia sama sekali tak tertarik dengan Alena.

"Ibu.. Aku tidak suka di jodohkan!"

"Tapi Alena gadis yang pantas untukmu.. Dia bukan hanya cantik tapi juga cerdas dan terpelajar, tentu kalian akan menjadi pasangan yang sangat serasi.."

"Aku..." Tan meringis. Ia tak suka jika sudah seperti ini. Ia tak punya kemampuan sama sekali untuk menolak keinginan Ibunya tapi ia juga tak mau dijodohkan dengan Alena.

"Biarkan aku berpikir dulu.." ucap Tan kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ibu memandanginya dan tersenyum.

Ia lalu mengambil ponselnya dan menelfon seseorang.

"Halo.. Sepertinya kita harus segera mengatur pertemuan keluarga.." ucapnya antusias.

***

Karin tidak ada kuliah hari ini, jadi terpaksa ia datang pagi ke kantor. Zayn sempat menelponnya dan menawarkan untuk mengantarnya, tapi Karin dengan halus menolak, ia merasa tak enak jika diantar Zayn terus.

Iapun pergi naik taxi, berhubung masih punya uang cukup.

Sesampainya di kantor, Karin segera naik lift menuju lantai tempat dimana meja tugasnya berada. Begitu sampai, gadis itu langsung duduk di tempatnya. Ia melirik ke pintu ruangan Tan yang tertutup. Tak ada tanda-tanda kehadirannya sama sekali.

Karin jadi kepikiran sendiri, kemarin setelah pergi dengan Keenan, Tan tak kembali ke kantor bahkan sampai jam kerja berakhir. Sebenarnya ia bersyukur Tan tidak ada sehingga dirinya bisa bebas tanpa perlu berdebat namun hatinya sendiri merasa sepi ketika tak mendengar ocehan lelaki itu.

Entah atas dorongan apa, Karin bangkit dari duduknya. Meninggalkan mejanya dan mendekati pintu ruangan Tan. Perlahan, iapun membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya kedalam. Ia langsung tertegun mendapati Tan sedang berbaring di sofa empuknya.

"Sejak kapan dia disitu? Aneh sekali! Apa dia menginap disini?" gumam Karin. Ia lalu melangkah masuk. Ia hendak mendekati Tan namun segera ditahannya.

"Bisa-bisa aku dipermalukan lagi seperti waktu itu!" sungutnya. Iapun berniat pergi, tapi tertegun melihat Tan menggeliat, seperti tak tenang dalam tidurnya.

"Apa dia benar-benar tidur?" gumamnya kemudian melangkah perlahan mendekati Tan. Ia berdiri agak jauh untuk menjaga jarak, mana tau Tan pura-pura tidur dan mengerjainya lagi.

"Ehem!" Karin berdehem keras tapi Tan tak bergeming. Gadis itu lalu mendekat lagi dan berdiri tetap di depannya.

"Sepertinya benar-benar tidur.. Apa dia lembur semalaman?" tanya Karin dalam hati. Ia lalu menatap wajah Tan lebih dalam. Jantungnya langsung berdegup kencang. Dan Karin bingung mengapa setiap melihat Tan tidur, jantungnya selalu berdegup kencang.

"Oh.. Sepertinya aku harus ke dokter.. Mungkin aku mengidap penyakit jantung.." desisnya kemudian berbalik pergi. Belum bergerak satu langkahpun, tangannya tiba-tiba ditahan. Karin terperangah. Perlahan, ia memberanikan diri menoleh. Nampak Tan yang masih berbaring dan menatapnya tajam.

"Le-lepaskan aku.." ringis Karin seraya berusaha melepaskan tangannya. Ia takut kejadian kemarin terulang lagi.

"Lihat! Kau memandangiku saat tidur lagi! Sudah ku duga, kau diam-diam mengagumi ketampananku!" Tan tersenyum miring lalu bangkit duduk. Sialnya tangan Karin masih berada dalam cekalannya. Karin melengos.

"Jangan terlalu percaya diri! Aku hanya ingin membangunkanmu.. Mana boleh kau tidur seperti itu.. Masih ada berkas yang harus kau tanda tangani!" ujar Karin yang berhasil mendapatkan alasan.

"Lepaskan aku!" Pinta Karin dan Tan tak juga melepaskan tangannya.

"Akan ku lepaskan jika kau menciumku!"

"Apa?!" Karin terbelalak. Tangannya yang bebas seketika meraih bantal yang tadi menjadi sanggahan kepala Tan.

"Dasar otak mesum!!" teriak Karin dan langsung memukuli Tan dengan membabi buta. Ia sudah tak mau dipermalukan lagi, jadi sebelum kejadian seperti kemarin terjadi, Karin akan menghajar Tan duluan.

Tan menjerit dan cekalan tangannya terlepas begitu saja. Ia justru berusaha melindungi wajah dan kepalanya yang menjadi sasaran kekesalan Karin.

"Heh! Berhenti memukulku!"

"Tidak mau! Kau akan mengerjaiku lagi kalau ku lepaskan! Kau itu setan licik yang suka menggoda dan mengerjai orang! Kau harus mendapatkan pelajaran!" amuk Karin kesal. Tan tidak tahan lagi dipukuli, ia langsung berdiri, memegang bahu Karin dan membantingnya keatas sofa.

Karin terperangah karena kini ia terbaring diatas sofa dan Tan ada diatasnya. Menatapnya tajam. Tak ada yang bisa dilakukan Karin selain diam dengan mata melotot.

"Tan!"

Tan terkejut begitu namanya disebut, dan itu bukan suara Karin. Itu suara seorang wanita yang sangat dikenalnya. Karin tak kalah terkejut, keduanya lalu menoleh ke ambang pintu. Mata Tan terbelalak. Ini lebih mengejutkan dari kemarin. Yang berdiri diambang pintu saat ini adalah..

"Ibu..."


Artikel Menarik Lainnya

0 Responses to “Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #23”

Posting Komentar