Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #25
"Hari ini aku kuliah! Yayy!" Karin memekik kesenangan sambil memasukkan buku-buku tebalnya ke dalam tas. Dibandingkan pergi kerja, Karin memang jauh lebih semangat pergi kuliah. Disana ia serasa terbebas dari Tan yang super cerewet, menurutnya.
Setelah mengemas tas, gadis itu bergegas keluar rumah. Usai mengunci pintu rumah nya yang kosong, ia pun segera melangkah menyusuri trotoar. Ia akan naik bis hari ini untuk menghemat biaya.
Karin asik dengan ponselnya, berniat mengetikkan sms untuk Gracia, namun belum sempat sms itu terkirim, sebuah panggilan sudah masuk ke ponselnya dengan name kontak 'Bos seTan'. Karin mendengus lalu dengan kesal menjawab telfonnya.
"Aku tidak masuk hari ini, aku ada kuliah! Kuliahku sampai sore!" celetuk Karin. Beberapa saat kemudian, ia langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. Teriakan Tan melengking dahsyat dan mengerikan.
"Tidak bisa!!"
"Apa nya yang tidak bisa? Kau sendiri kan yang bilang, aku boleh datang kapanpun sepulang kuliah dan hari ini aku pulang tepat saat jam kerjaku berakhir! Masa aku harus datang ke kantor disaat semua orang pulang!" oceh Karin dengan tampang keki.
"Kalau begitu gaji mu ku potong!" tukas Tan. Karin tergelak.
"Hey.. Kau bahkan sudah memberikan gajiku sebelum aku mulai bekerja!"
"Kalau begitu gaji keduamu yang akan ku potong!"
"Heh! Mana boleh begitu!" sungut Karin yang mulai emosi. Ia heran, rasanya setiap kali bicara dengan Tan, bawaannya selalu emosi.
"Kenapa tidak boleh? Aku bosnya! Sudah lah, tidak apa-apa kalau kau tidak masuk hari ini tapi gajimu aku potong setengah!"
"Heh! Kau..." Karin yang hendak melayangkan protes langsung menggeram kesal karena sambungan telfon sudah di putuskan oleh Tan. Gadis itupun menjerit kesal dan berniat membanting ponselnya, namun mengingat itu adalah barang berharga yang sangat penting, ia pun mengurungkan niatnya.
"Aku ada latihan teater hari ini.. Aish! Aku tidak akan ke kantor!" tukas Karin setengah mengeluh kemudian lekas mempercepat langkah menuju halte.
***
Tan bersungut-sungut di depan pintu rumahnya sambil menatap layar ponsel di tangannya. Ia benar-benar kesal karena Karin bersikeras tak mau masuk kerja. Bahkan ancaman potong gaji pun tak mempan untuk gadis itu.
"Lihat saja! Dia pasti akan datang!" tukas Tan yakin.
"Daaaaan!!" teriakan itu membuat Tan melengos. Siapa lagi yang suka memanggil namanya sambil teriak-teriak seperti itu kalau bukan Reina.
Tan menoleh dan melihat sepupunya itu muncul di pintu gerbang rumahnya sambil melambai-lambaikan tangan kearahnya.
"Mau apa kau doraemon?!" teriak Tan sambil bertolak pinggang. Reina hanya tersenyum lalu berjalan mendekatinya.
"Antarkan aku!" seru Reina. Tan mendelik dan mendengus jengkel.
"Kau datang kesini hanya untuk meminta ku mengantarkanmu? Ya ampun.. Siapa kau? Aku tidak kenal!" sungut Tan seraya mendorong bahu Reina dan melangkah melewatinya. Reina mendesis lalu lekas menyusul Tan yang memacu langkah kearah mobilnya.
"Ayolah.. Aku benar-benar butuh tumpangan hari ini.. Pagi-pagi sekali kak Keenan sudah berangkat, Papa tidak pulang dari semalam dan Mama sedang menjenguk Omah.. Aku harus pergi dengan siapa kalau bukan kau?" Reina mulai merengek sambil bergelayut di lengan Tan.
"Heh! Aku tidak punya waktu mengantarmu! Aku harus ke kantor!"
"Kau jahat sekali! Akan ku adukan pada Ibumu.." ancam Reina lalu berlari menuju pintu rumah Tan yang terbuka. Tan melengos jengkel.
"Heh! Baiklah! Aku akan mengantarmu!" teriak Tan dan Reina langsung menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum menang.
"Kau puas?!" tanya Tan keki.
"Puas sekali!" sahut Reina tersenyum lebar.
Tan meringis. Menyesali rumahnya yang berada dekat dengan rumah sepupunya itu.
"Cepatlah! Aku harus menemui dosen pagi ini!" seru Reina yang sudah masuk ke dalam mobil. Tan mendesis, kalau dilihat-lihat kelakuan Reina itu mirip sekali dengan Karin.
Bicara soal Karin, Tan jadi berpikir mengenai keuntungan mengantar Reina ke kampus. Dengan begitu, ia bisa sekalian memastikan apa Karin benar-benar ada di kampus atau tidak. Diam-diam, Tan tersenyum kecil.
***
"Zayn!" Karin memekik memanggil Zayn yang tengah berkutat dengan laptopnya di salah satu meja kantin. Lelaki itu menoleh ketika namanya di panggil dan tersenyum ramah pada gadis yang memanggilnya.
Karin bergegas ketempat Zayn duduk dan langsung mengambil tempat di sampingnya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Karin sambil menatap layar laptop Zayn.
"Hanya mendownload film.." jawab Zayn. Karin seketika memukul lengannya.
"Hoby mu tidak pernah berubah.." desisnya dan Zayn tertawa kecil.
"Kau sendiri juga tidak pernah merubah hoby mu memukul lenganku!" umpat Zayn. Karin hanya nyengir.
"Eh iya.. Kau ikut teater Putri Tidur kan?" tanya Zayn. Karin mengangguk dengan bibir mengerucut.
"Mamalukan sekali kan? Aku heran kenapa pelatih memilih dongeng anak-anak untuk di pentaskan!"
"Hey.. Dongeng anak-anak apa? Disitu ada adegan kissing nya tau, lebih tepatnya itu dongeng remaja!"
"Kau benar! Dan adegan itu yang paling membuatku merasa sebagai wanita paling sial di dunia ini! Aku harus membiarkan Addy menciumku! Aish!" Karin merutuk. Zayn tersenyum lalu menatapnya serius.
"Kalau yang menciummu itu aku, apa kau masih merasa sebagai gadis paling sial?"
Pertanyaan Zayn seketika membuat Karin tertegun. Apalagi ditambah senyuman Zayn yang manis, Karin jadi salah tingkah sendiri.
"Aish! Jangan bercanda dengan ku pagi-pagi begini!" keluh Karin sambil memukul lagi lengan Zayn. Zayn hanya tertawa sambil mengusap-usap lengannya.
"Hey.. Bolehkah aku menawarkan diri menggantikan Addy untuk memerankan tokoh pangeran?" tanya Zayn. Karin mengangkat alisnya.
"Kau benar-benar ingin menciumku?" tanya Karin setengah bercanda tapi Zayn malah mengangguk pasti. Pipi Karin mendadak panas.
"Hey.. Kau itu anak baru! Mereka tidak akan menerimamu semudah itu!" ujar Karin berusaha mengalihkan kegugupannya.
"Siapa bilang? Meskipun aku baru, aku tau banyak tentang cerita Putri tidur! Aku bisa mendalami karakter pangeran dengan sangat baik! Aku yakin, kalau aku menawarkan diri, mereka akan dengan mudah menerimaku!"
"Heum.. Lakukanlah semaumu!" desis Karin yang sudah tidak tahan dibuat merona oleh Zayn. Zayn hanya tersenyum tapi ia serius dengan ucapannya.
***
"Terimakasih sepupuku yang manis.. Aku akan mengingat jasamu sepanjang hidupku!" ucap Reina sumringah lalu bergegas turun dari mobil Tan. Tan mendecih kemudian ikut turun.
"Tidak usah berlebihan! Traktir aku sebagai ucapan terimakasih!" kata Tan datar. Reina menatapnya heran.
"Sejak kapan kau jadi materialistik seperti ini?"
"Sejak aku merasa lapar! Cepat traktir aku atau aku tidak akan mau membantumu lagi!"
"Ah.. Baiklah.. Nanti sepulang kuliah, akan ku traktir kau makan ya.." kata Reina lalu bergegas pergi namun Tan dengan cepat menahan lengannya.
"Traktir sekarang! Aku belum sarapan dan keroncongan!"
"Tapi tadi kau bilang harus ke kantor.."
"Mana bisa aku ke kantor dengan perut kelaparan.."
"Hah.. Kau rewel sekali! Baiklah.. Ayo masuk.. Kita makan di kantin kampus saja.. Sepagi ini pasti belum ramai.." ajak Reina dan Tan dengan cepat menyetujuinya. Ia langsung berjalan beriringan dengan Reina memasuki area kampus. Sembari berjalan, matanya tak henti mencari-cari keberadaan Karin.
"Oh ya.. Gadis yang kemarin itu.. Siapa?" tanya Reina tiba-tiba.
"Siapa?" Tan yang tidak fokus malah balik bertanya.
"Gadis yang kemarin pergi dengan Zayn!"
"Oh.. Dia sekretaris baruku di kantor.."
"Eum, sepertinya.. Dia dekat dengan Zayn.."
Tan mendelik, menyadari nada bicara Reina yang merendah dan gadis itupun menundukkan kepalanya. Tan jadi semakin yakin bahwa Reina suka pada lelaki yang kemarin menyelamatkan gadis itu dari amukannya.
Tak berapa lama, mereka tiba di salah satu kantin yang tersedia di kampus itu. Reina langsung menarik tangan Tan dan mengajaknya duduk di tempat yang masih kosong.
Tan menurut lalu tiba-tiba tertegun, ketika matanya menangkap keberadaan Karin di kantin itu bersama seorang pria yang ia kenali adalah Zayn. Mereka terlihat akrab dan Karin selalu tersenyum senang saat bersama lelaki itu dan hal itu membuat Tan mendadak panas.
"Dan! Kau mau makan apa? Ini kantin terbaik di sini! Menunya seperti di restoran!" kata Reina sedikit promosi. Ia duduk di depan Tan sehingga tidak melihat keberadaan Zayn dan Karin.
"Emm.. Aku.. Terserah kau saja!" kata Tan yang tidak fokus. Reina mengangguk-anggukkan kepalanya lalu melambaikan tangan pada seorang pelayan di kantin itu.
"Bibi, kami pesan dua porsi pasta kerang dan dua gelas teh dingin.." ucap Reina menyebutkan pesanannya. Bibi pelayan itupun segera mencatat pesanan nya dan pergi meninggalkan mereka.
"Kau akan terkejut merasakan pastanya! Ini enak sekali! Harusnya Bibi itu kerja di restorant saja!" kata Reina antusias. Ia lalu tertegun melihat Tan yang memandang tajam ke belakangnya. Karena penasaran, iapun berniat menoleh.
"Kau lihat ap~" Reina kembali tertegun ketika melihat Zayn dan Karin di belakangnya. Mereka tengah asik berbincang sambil sesekali memandangi layar laptop. Reina mendesah, ia kesal melihatnya.
"Aish! Sekretarismu sepertinya pacaran dengan Zayn!" keluh Reina yang sudah kembali menatap Tan. Tan hanya terdiam dan berusaha tidak melihat Karin dan Zayn lagi.
"Kau suka pada laki-laki itu?" tanya Tan. Reina langsung gugup dan menggaruk-garuk rambutnya.
"Apa yang kau lihat dari laki-laki itu? Apa dia tampan? Menurutku biasa saja! Aku jauh lebih tampan!" gumam Tan percaya diri.
"Dia itu tidak hanya tampan tapi juga baik hati, tidak cerewet dan suka membela kebenaran! Dia tidak suka menindas yang lemah! Tidak seperti mu!" tukas Reina dan Tan langsung cemberut.
"Ku kira kau menyukai lelaki jelek berambut cepak dan berkacamata bernama Tara itu!" gerutu Tan.
"Heh! Dia memang berkacamata dan berambut cepak tapi dia tidak jelek!" sungut Reina tak terima, Tan langsung menatapnya curiga.
"Kau ini sebenarnya suka pada siapa hah?!" volume suara Tan mulai meninggi. "Apa urusannya denganmu hah?! Aku suka pada siapa saja itu bukan urusanmu!" balas Reina yang suaranya ikut meninggi.
"Kau memuji-muji lelaki itu tapi kau juga tidak mau aku menjelek-jelekkan si rambut cepak itu! Apa kau menyukai keduanya?!"
"Kalau iya kenapa?!"
"Bagaimana bisa tipe mu seperti itu?! Kau benar-benar tidak tau caranya memilih lelaki! Harusnya kau pilih lelaki yang seperti aku?! Walaupun tidak ada yang sesempurna aku setidaknya yang sedikit di bawahku!"
"Berhenti menyombongkan dirimu di depanku! Di bandingkan mereka berdua, kau seperti kotoran di kuku tau!"
"Apa?!" Tan meradang. Dan tanpa mereka sadari, adu mulut mereka sudah di dengar oleh semua penghuni kantin tak terkecuali Zayn dan Karin yang terbengong-bengong melihatnya.
"Apa maksudmu dengan kotoran kuku hah?! Beraninya kau menyamakanku dengan kotoran kuku! Aku ini harta nasional yang paling berharga tau!"
"Harta nasional apa?! Kau hanya bisa mengoceh dan mengata-ngatai orang! Kau berandalan yang patut di musnahkan dari muka bumi ini!"
"Heh! Kau..." Tan tertegun dan seketika menghentikan ocehannya. Ia baru sadar bahwa ternyata dirinya kini menjadi pusat perhatian semua orang. Termasuk Karin dan Zayn.
"Hah! Terserah saja! Aku pergi!" seru Tan kesal kemudian pergi meninggalkan kantin. Semua menatapnya dengan wajah terheran-heran. Reina yang di tinggalkan hanya bisa mengumpat kelakuan sepupunya itu.
Sementara Karin, ia nampak berpikir.
"Sedang apa dia disini? Apa dia sengaja datang untuk memastikan aku menipunya atau tidak? Hah.. Kenapa dia jadi over protectiv begitu?!" gumam Karin dalam hati.
***
Tan memacu langkahnya dengan cepat. Ia benar-benar kesal dan ingin membunuh seseorang saat ini. Berdebat dengan Reina membuatnya gila. Terlebih melihat keakraban Karin dengan Zayn yang semakin membuatnya panas.
"Reina lebih parah dari gadis itu! Bisa-bisanya dia memuji-muji lelaki itu dan menyamakanku dengan kotoran kuku! Aish! Tidak masalah kalau dia membela si rambut cepak tapi aku tidak bisa terima ketika dia melebih-lebihkan si Zayn itu! Aish! Apa bagusnya dia? Dia hanya anak kuliahan yang belum tentu kaya raya, dibandingkan denganku, aku jauh lebih baik! Dan kenapa juga di sekretaris bodoh itu berdua-duaan dengannya?! Membuatku panas saja!" gerutu Tan sepanjang perjalanan menuju mobilnya.
Begitu mencapai mobil, Tan bergegas masuk dan langsung mengemudikan mobilnya menjauh.
"Oke! Kau boleh bersenang-senang dengan lelaki itu sekarang tapi tunggulah dimana saatnya kau akan tergila-gila padaku dan bersusah payah mengejar cintaku!" tukas Tan. Karena emosi, ia jadi tidak fokus menyetir.
Sebuah mobil yang melaju di depan mobil Tan tiba-tiba berhenti, Tan langsung menginjak rem dan menghentikan mobilnya tapi tabrakan tak bisa di pungkiri. Mobil Tan sedikit menabrak bagian belakang mobil di depannya dan membuat lampu belakangnya pecah. Tan meringis lalu lekas keluar dari mobil.
"Aish! Siapa yang berani-beraninya menghentikan mobil di depanku hah?!" gerutu Tan kesal sambil berjalan mendekati mobil yang sudah di tabraknya. Dengan kesal, ia langsung mengetuk kaca mobil secara brutal.
Pintu mobil itu terbuka dan Tan menunggu untuk segera mengomelinya. Tapi omelannya itu hilang begitu saja melihat siapa yang keluar dari mobil itu.
"Alena.."
"Daniel.. Ternyata kau.." Alena tersenyum manis. Padahal sebelumnya ia sangat marah dengan orang yang menabrak mobilnya tapi begitu melihat orang itu adalah Tan. Ia malah menjadi sangat senang.
"Ada apa denganmu? Kenapa menghentikan mobil di tengah jalan? Untung tabrakannya tidak keras!" gerutu Tan. Sebenarnya omelannya masih panjang tapi ia hanya mengeluarkan seperempat nya saja.
Alena tersenyum lalu menunjuk sesuatu di belakang Tan. Tan menoleh, ia terkecoh mendapati lampu lalu lintas di belakangnya.
"Ah.. Aku tidak lihat.." gumam Tan. Alena kembali tersenyum.
"Sebaiknya kita segera pergi sebelum ada polisi lalu lintas yang datang.." kata Alena dan bergegas masuk ke mobilnya.
"Kau harus mengantarku ke bengkel.." ucap Alena dan Tan terpaksa mengangguk. Ia kemudian kembali masuk ke mobilnya dan setelah lampu lalu lintas menyala hijau, ia menyetir mendahului Alena, menunjukkan bengkel untuk memperbaiki mobil Alena.
0 Responses to “Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #25”
Posting Komentar