Nuansa Remaja

Blog Remaja Indonesia

Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #15

Karin dan gadis disampingnya terlojak kaget ketika pintu toilet di dobrak dan kedua gadis itu langsung menoleh kearah pintu dan melihat Daniel berdiri disana.

Kedua gadis itu melotot, yang satu melotot karena Daniel berani-beraninya mendobrak pintu toilet wanita dan yang satu lagi melotot karena tak menyangka Daniel ada disini, di cafe yang sama dengannya. Sementara Daniel hanya menatap mereka dengan wajah santai.

"Heh! Dimana akal sehatmu hah?! Apa yang ada dipikiranmu saat mendobrak pintu? Kau tidak berpikir mengenai akan ada gadis-gadis yang melemparimu dengan sepatu ketika kau masuk?! Kau ini!!" Karin mengoceh tanpa jeda sampai membuat gadis disampingnya melongo.

"Hey.. Kau kenal dengannya?" pertanyaan gadis itu membuat Karin menoleh padanya.

"Dia bosku di kantor yang baru" jawab Karin dengan muka malas. Sungguh, ia malas mengakui Daniel sebagai bosnya.

Gadis disamping Karin itu mengalihkan lagi pandangannya pada Daniel yang masih stay cool diambang pintu, senyum gadis itu perlahan terkembang.

"Daniel.. Kau ingat aku? Aku Alena.. Dulu kita.."

"Dulu kita pernah bertemu saat ulang tahun perusahaan Ayahmu, tepatnya saat kita masih SMA" Daniel tersenyum kecil usai memotong dan melanjutkan ucapan gadis bernama Alena itu.

Alena nampak tersanjung karena Daniel benar-benar masih mengingatnya sementara Karin yang berdiri disampingnya hanya mampu mengernyit, tidak menyangka kedua orang ini saling kenal.

"Ku rasa ini bukan pertemuan yang pantas untuk kita, bagaimana kalau.." Alena terpaksa menghentikan ucapannya karena Daniel lagi-lagi memotong.

"Tentu saja, kita bisa bertemu lain kali dengan tempat yang lebih baik"

Alena tersenyum lebar. Menurutnya, sikap Daniel kepadanya sungguh berubah. Saat pertama dan terakhir kali bertemu, lelaki itu seseorang yang acuh dan selalu menghindarinya, bahkan tidak pernah tersenyum padanya, namun di pertemuan tak disengaja mereka kali ini, Alena merasa Daniel sangat ramah.

Daniel memiringkan kepalanya dan menatap Karin yang berdiam diri sejak tadi.

"Ayo pergi! Kita harus kembali ke kantor" ucap Daniel seraya mengendikkan kepala lantas berbalik dan keluar dari toilet. Karin melengos dan segera menyusulnya keluar setelah berpamitan pada Alena.

Sepeninggal Daniel dan sekretarisnya itu, Alena tersenyum penuh arti.

"Tidak salah aku jatuh cinta padamu" gumamnya senang.

***

Daniel beserta Karin kembali ke kantor lewat dari jam makan siang. Jam makan siang di kantor Daniel adalah mulai pukul 12 siang sampai pukul 12.30 dan kedua orang ini kembali pada pukul 13.15. Benar-benar terlambat dari yang seharusnya. Namun sepertinya mereka aman-aman saja selama Daniel adalah salah satu direktur eksekutif yang paling berpengaruh di perusahaan, lagipula ia merasa punya hak istimewa karena Ibunya adalah presdir di perusahaan itu.

Lain Daniel, lain pula Karin. Gadis itu justru merasa Daniel terlalu semena-mena.

"Buatkan kopi" perintah Daniel sebelum masuk ke ruangannya. Karin mengeluh.

"Jangan suruh bagian office, aku ingin kau yang membuatkannya! Mengerti?"

"Aish! Kau menyebalkan!" keluh Karin. Daniel langsung memplototinya.

"Antarkan ke ruanganku ya, nona manis.."

"A-apa?"

Daniel mengulum senyum dan segera lenyap kedalam ruangannya. Karin mendesah sambil menatap kesal pintu ruangan Daniel.

"Dia berani menggodaku lagi?! Cih! Yang benar saja!" Karin mendecih lalu gadis itu segera pergi membuatkan kopi.

***

"Ayah.." gadis bernama Alena itu begitu bahagia. Ia langsung berlari dan memeluk seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di depan jendela kaca ruangannya. Dialah Emrick, lelaki yang sangat menyayangi putri bungsunya itu.

"Kau kenapa? Sepertinya sedang senang sekali heum?" tanya Emrick sambil membelai lembut rambut Alena. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Aku bertemu dengannya!"

"Siapa?"

"Cinta pertamaku" ucap Alena dengan wajah bersemu. Emrick tersenyum.

"Bagaimana menurutmu?"

"Dia bertambah tampan dan juga tinggi, aku senang sekali.. Dia tersenyum dan mengatakan kalau kami harus bertemu lagi.."

"Benarkah?"

Alena mengangguk lalu mengangkay wajahnya dan menatap Emrick dengan mata berbinar.

"Ayah.. Aku bisa menikah dengannya kan?" tanya gadis itu, senyum penuh harap merekah diwajahnya.

"Tentu saja!" jawaban Emrick lekas membuat Alena bertambah senang dan kembali memeluk Ayahnya itu.

***

"Ini kopinya Tuan Tan.." ucap Karin sambil membuka pintu ruangan Daniel dan membawa masuk secangkir kopi buatannya.

Gadis itu lalu tertegun melihat Daniel yang tengah duduk di kursi kerjanya dengan mata terpejam.

"Tan.." panggil Karin setengah berbisik dan Daniel tak merespon sama sekali.

Karin melangkah mendekat dan berdiri di depan meja Daniel. Diletakkannya cangkir kopi tadi dan menatap wajah Daniel yang sedang tertidur.

Entah hanya perasaannya saja atau apa, Karin merasa jantungnya berdebar kencang. Melihat wajah polos Daniel saat tidur membuatnya begitu terpesona, dan dia mengakuinya.

Karin berlutut dan meletakkan dagunya di permukaan meja.
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #15

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #14

Walaupun sedang tidak makan, Karin tetap tak dapat mengelak dari yang namanya tersedak setelah mendengarkan pertanyaan Daniel.

"Hah! Tidak usah sampai tersedak begitu! Aku tau kau tidak punya pacar! Gadis sepertimu mana ada yang mau?!" oceh Daniel yang langsung membuat telinga Karin seperti baru saja di gigit kepiting.

"Heh! Asal kau tau ya, aku cukup populer di kampus!"

"Populer apa? Tempo hari kau dicampakkan lelaki!" cibir Daniel. Karin tertegun, darimana Daniel tau dirinya belum lama ini di campakkan?

"Kau memata-mataiku ya?!" terka Karin sambil menunjuk batang hidung Daniel.

"Heh! Sopan sedikit pada atasanmu!" seru Daniel kesal sambil menepis tangan Karin.

"Kau ini bukan hanya bodoh tapi juga pikun! Kau ingat tidak saat pertama kali kita bertemu? Itu.. Waktu kau menciumku secara paksa! Aish.. Mengingat itu aku jadi tidak selera makan!" celetuk Daniel sambil menghempaskan sendok dan garpunya. Karin mendesah geram.

"Tentu saja tidak selera! Piringmu bahkan sudah kosong!" cibir Karin.

"Heh! Waktu itu.. Aku masuk ke ruangan tempat mu menangis seperti janda ditinggal mati suami, dan saat melihatku, kau langsung menciumku! Ya ampun.. Kau pasti tergoda dengan ketampananku kan? Dan langsung menciumku! Ck, agresif!"

Telinga Karin benar-benar panas mendengar semua ocehan Daniel, bukan hanya telinganya tapi juga wajahnya. Daniel mengingatkan kembali peristiwa yang membuatnya malu setengah mati.

"Waktu itu.. Aku tanpa sengaja melihatmu di campakkan lelaki itu.. Makanya aku masuk ke ruangan itu.. Niatku hanya untuk melihat keadaanmu, karna sesungguhnya aku ini orang yang sangat peduli terhadap sesama.. Tapi kau malah.."

"Cukup!" teriak Karin sambil menggebrak meja. Ia benar-benar sudah tak tahan lagi setiap kali Daniel menyebutkan kata 'menciumku'.

"Habiskan makanmu! Aku ke toilet sebentar!" ujar Karin lalu segera pergi meninggalkan Daniel sendirian, beberapa orang memandanginya akibat ulahnya menggebrak meja tadi, tapi Karin benar-benar tak peduli.

"Hah! Bocah sialan itu benar-benar membuat tekanan darah tinggi ku kambuh! Apa-apaan dia? Berani sekali membahas hal yang paling memalukan dalam hidupku! Kalau saja dia bukan bos ku, aku benar-benar sudah memotong mulutnya!" racau Karin dengan muka benar-benar kesal. Gadis itu berdiri di depan cermin toilet yang besar kemudian membuka keran westafel dan mencuci wajahnya. Menghadapi Daniel setengah hari ini benar-benar membuatnya menyesal telah setuju bekerja sebagai sekretarisnya. Kalau tau begini, Karin lebih memilih pergi ke tempat kerja lamanya dan memohon agar di pekerjakan kembali, tapi semuanya sudah terlambat, ia sudah terlanjur menulis dan menandatangani kontrak dengan si setan itu.

"Awas saja! Jika dia berani mempermainkanku lagi.. Tak peduli dia bosku atau raja sekalipun, aku akan tetap mematahkan tulang rusuknya!" oceh Karin berapi-api. Gadis itu lalu menoleh kesamping, dimana seorang gadis berdiri sejak tadi dan mendengarkan ocehannya sambil tersenyum. Sepertinya Karin terlalu larut dalam kedengkiannya sampai tidak menyadari ada seseorang disampingnya.

Gadis yang sedang membubuhkan bedak di wajahnya itu tersenyum tipis.

"Kau sedang kesal ya?" tanyanya.

"Siapa wanita ini? Sok akrab sekali!" desis Karin dalam hati, ia hanya kurang suka dengan gelagat wanita ini yang kelihatannya terlalu sok akrab.

Tapi Karin berusaha menyunggingkan senyum supaya tidak terkesan sombong. Lagipula tidak baik mengabaikan orang yang berbicara padanya.

"Aku sepertinya pernah melihatmu.." gumam gadis itu, kali ini sambil mengoleskan lipgloss di bibir sensualnya. Karin mengernyit.

"Cantik tapi menor" gumamnya dalam hati.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Karin sambil berusaha mengingat-ingat wajah gadis itu.

"Kau kerja di blue star ya?" gadis itu balik bertanya.

"Beberapa hari yang lalu aku masih bekerja disana.."

"Benarkah? Belum lama ini aku kesana, dan mungkin pernah melihatmu.."

"Oh.. Apa kau kerja disana juga?" tanya Karin.

Gadis itu tersenyum lalu menyimpan kotak bedak dan lipgloss kedalam tasnya kemudian menghadap Karin dan memandangnya intens.

"Aku kenal dekat dengan direktur Blue star, waktu itu aku datang untuk menemuinya tapi kata sekretarisnya dia sedang ada tamu.. Jadi aku pergi.. Aku tidak kerja disana.." ucap gadis itu. Karin mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Jadi sekarang kau tidak kerja disana lagi?" tanya gadis itu. Karin menggeleng.

"Aku di pecat" katanya sambil tersenyum miris. Gadis di depannya terhenyak, tapi lebih terlihat seperti dibuat-buat.

"Kau di pecat? Oleh Kak Keenan?" tanya nya penasaran.

"Siapa lagi yang punya wewenang penuh memecatku?"

"Wah.. Kejam sekali dia.. Memang apa kesalahanmu?"

"Um.. Hanya sering cuty dan melakukan beberapa kesalahan kecil, tapi sepertinya banyak karyawan yang tidak senang padaku jadi mereka protes dan aku di pecat.." ucap Karin.

Gadis itu menghela nafas lalu tersenyum kecil dan mengulurkan tangan.

"Aku.."

Brak! Pintu toilet tiba-tiba di dobrak dan Daniel muncul diambangnya.
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #14

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #13

Karin dan Gracia bertambah heran ketika Daniel melewati mereka begitu saja tanpa ocehan, omelan maupun teguran. Lelaki itu langsung masuk ke dalm ruangannya.

"Dia kerasukan setan apa?" gumam Gracia tak mengalihkan pandangan dari pintu ruangan yang telah di tutup Daniel.

"Yang benar saja! Bagaimana bisa setan kerasukan setan?" celetuk Karin. Gracia tertawa kecil mendengarnya.

"Aku penasaran, biar ku tanyakan padanya!" kata Karin nekad, gadis itu segera meninggalkan ruangannya dan berjalan mendekati pintu ruangan Daniel. Sebelum masuk, ia menoleh kearah Gracia yang masih duduk diatas meja nya.

"Kau tidak mau ikut?"

"Kau saja.. Aku berdoa disini, semoga kau keluar masih bisa tersenyum"

Karin mengerucutkan bibirnya lalu membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat Daniel yang tengah duduk diatas sofa dengan muka pasrah dan pandangan menerawang.

"Heh! Kau kenapa hah?!" tanya Karin tak sopan. Daniel meliriknya sekilas lalu kembali menerawang. Karin mengernyit kemudian duduk di depannya.

"Kau habis bertemu hantu hah?" tanya Karin, kali ini ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan raut penasarannya. Daniel tak menjawab, membuat Karin semakin penasaran.

"Jangan-jangan benar kau kerasukan! Aku baru tau, ternyata setan bisa kerasukan juga.." gumam Karin lalu tertawa sendiri, tawa garingnya itu langsung terhenti ketika melihat Daniel yang tak juga merubah ekspresinya.

"Tan! Kau ini kenapa?" tanya Karin sambil menggebrak meja dengan penuh emosi, ia paling tidak tahan jika di buat penasaran, apalagi jika lawan bicaranya hanya diam seperti patung congek begini.

Daniel mendelik kearahnya, kilatan matanya yang tajam itu seketika membuat Karin ciut, ia jadi ingat tadi pagi, saat Daniel mendekati wajahnya. Aduh, itu sangat mengerikan baginya.

"Hey.. Kau ini kenapa? Ada masalah heum?" tanya Karin, kali ini suaranya jauh lebih lembut.

Daniel masih tak menjawab dan menatapnya tajam. Karin semakin ciut, menelan ludah saja sudah seperti menelan duri.

"Kau.. Jangan.. Memandangku seperti itu.." ucap Karin dengan suara yang super halus, nyaris tak terdengar.

"A-aku.. Tidak bermaksud.. Ikut campur.. Tapi.."

Glek! Sepasang mata Karin membelalak lebar saat Daniel tiba bangkit dari duduknya dan menerkam dirinya. Lelaki itu mencekal kuat kedua lengannya dan mata almond nya menusuk manik mata Karin.

"A-apa yang.." suara Karin mendadak hilang dan tenggorokannya menjadi sakit hanya untuk sekedar berbicara. Ya ampun.. Ini lebih mengerikan dari tadi pagi.

Daniel terus menatapnya seperti serigala yang hendak memangsanya, Karin gemetaran apalagi ketika merasakan wajah Daniel semakin mendekat kearahnya.

"K-kau.." Karin mengutuk, betapa keras ia berusaha untuk melawan tapi ia sama sekali tak bisa bergerak. Tubuhnya mendadak kaku dan lidahnya benar-benar terasa kelu.

"Aku.." Daniel berucap pelan. Karin menahan nafas, jantungnya berdegup begitu kencang seperti baru saja lari maraton.

"Aku.. Aku lapar!"

Untuk kedua kalinya, sepasang mata Karin membelalak. Mendengar apa yang baru saja di ucapkan Daniel membuatnya benar-benar terkejut. Lapar? Hanya karena lapar sampai membuatnya jantungan begini?

"Aku belum makan siang, temani aku!" ujar Daniel yang sudah menjauh dari Karin, lelaki itu melonggarkan ikatan dasi yang terasa mencekik lehernya lalu mengambil dompet dan ponsel di dalam tasnya, kemudian beranjak menuju pintu.

Karin masih terduduk. Shock! Ia lebih shock dari tadi pagi.

"Heh! Cepatlah.. Kau mau membuatku mati kelaparan hah?!" seru Daniel yang sudah setengah keluar dari ruangannya. Karin berdehem kecil lalu segera berdiri, merapikan sedikit pakaiannya dan melangkah menyusul bosnya itu.

Sial. Karin tak henti-hentinya mengutuki lelaki itu yang sudah dua kali mempermainkannya.

"Karin.. Mau kemana?" tanya Gracia setengah berbisik saat Karin baru keluar sementara Daniel sudah hampir mencapai lift.

"Menemani setan gila itu makan!" sahut Karin dengan wajah tak bersahabat.

***

Berulang kali Karin melirik jam tangannya. Sudah lebih satu jam gadis itu duduk disini, menemani Daniel makan siang. Gadis itu tak henti mendesah sambil memandangi Daniel ya makannya.. Sumpah! Seperti siput. Benar-benar lelet, bahkan satu suapannya itu lebih sedikit daripada suapan untuk bayi. Karin benar-benar frustasi menghadapinya, hari pertama saja sudah seperti ini, bagaimana dengan hari-hari berikutnya?

"Heh! Kau bisa cepat sedikit tidak?" tanya Karin keki. Daniel memandangnya flat dan menambah kelambatan makannya. Karin menahan diri untuk tidak memekik di Cafe yang ramai pengunjung ini.

"Aku sudah bosan melihatmu makan dari tadi!" desah Karin sambil menselonjorkan kakinya.

"Lalu, kau mau melihat aku mandi?"

"Apa?" mata Karin membola besar. Daniel malah terkekeh.

"Tidak usah kaget begitu! Memangnya aku gila membiarkanmu melihatku mandi?!"

Karin mendengus jengkel dan kembali mengawasi jam tangannya, meskipun ia tidak punya kegiatan lain, tapi tetap saja bosan hanya duduk disini dan melihatnya makan.

"Kau.. Sudah punya pacar?"
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #13

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #12

"Ini managerku, dia yang akan mengajarkanmu hal-hal penting yang harus kau lakukan sebagai sekretarisku" ucap Daniel memperkenalkan seorang gadis manis yang beberapa saat lalu di panggil ke ruangannya.

Gadis yang berdiri di samping Karin itu tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Aku Gracia.. Senang bertemu denganmu.." ucap gadis itu ramah. Karin membalas uluran tangannya dan ikut tersenyum ramah.

"Aku Karin, mohon bantuannya.."

"Sudah! Aku harus pergi bertemu client sebentar lagi! Gracia, urus dia dan ajari dengan baik, aku tidak mungkin membawanya yang masih bodoh itu ikut bersamaku.." kata Daniel yang berdiri dari duduknya dan memakai kembali jas yang sempat dilepasnya.

Gracia mengangguk sambil tersenyum sementara Karin memandangi Daniel dengan tatapan super kesal.

"Aku akan kembali saat jam makan siang nanti.." ujar Daniel dengan sedikit senyum di bibirnya, lelaki itu kemudian melangkah keluar dari ruangannya.

"Dia itu menyebalkan sekali ya!" umpat Karin setelah memastikan bahwa Daniel sudah keluar dari ruangan. Gracia menoleh kearahnya dan tersenyum.

"Tapi dia tampan!" serunya sumringah, Karin mendesis.

"Jangan tertipu dengan tampang malaikatnya! Dia itu seperti setan!"

"Hey.. Kau bisa dimutilasi kalau dia mendengarnya" tegur Gracia dan Karin segera mengulum bibirnya.

"Ayo.. Aku akan mengajarkanmu tentang hal-hal yang harus kau kerjakan setiap hari. Oh iya.. Ku harap kau bersabar, sekretaris lamanya baru saja mengundurkan diri" ucap Gracia yang seketika membuat Karin menoleh.

"Mengundurkan diri? Kenapa?"

"Katanya bos cerewet, menyebalkan dan suka seenaknya sendiri! Aku juga merasakan hal yang sama, bahkan dia menyuruhku melakukan hal yang sama sekali bukan tugasku, tapi entah mengapa.. Dia itu sangat ramah kepada para karyawan yang tidak dekat dengannya.. Ku rasa, dia hanya cerewet pada orang yang sering di dekatnya.."

"Unik sekali kepribadiannya" gumam Karin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Gracia hanya tersenyum lalu mengajaknya segera menuju meja baru Karin yang ada di depan ruangan Daniel, atau lebih tepatnya disamping pintu ruangan Daniel.

***

"Apa kabar?" sapa Daniel ramah pada seorang pria paruh baya yang berdiri menyambutnya. Pria itu tersenyum lantas membalas sapaan Daniel.

"Kau Daniel Tan?" tanya pria itu sambil mengulurkan tangan. Daniel menjabatnya dengan cepat.

"Benar, dan anda Tuan Emrick?"

"Senang bertemu denganmu! Ah, perkenalkan.. Ini asisten ku"

Daniel tersenyum lalu menyalami seorang lelaki yang lebih muda di samping Emrick. Ketiganya kemudian duduk di salah satu ruang privat yang ada di restoran tempat mereka melakukan pertemuan.

Perusahaan Daniel sedang menjalin kerja sama dengan perusahaan Emrick untuk proyek pembangunan yang mereka rencanakan dan entah mengapa, Emrick minta bertemu dengan Daniel tanpa ada orang lain kecuali asisten pribadinya.

"Jadi.. Bagaimana dengan kelangsungan kerja sama kita?" tanya Daniel sopan.

"Ah, Daniel.. Kau benar-benar sudah dewasa ya.." ucapan Emrick itu lantas membuat Daniel mengerutkan keningnya. Sepertinya ini bukan obyek pembicaraan yang benar.

"Terakhir kali kita bertemu.. Kau masih sangat muda.. Ah, waktu itu kau masih SMA, kau ingat?"

"Eum, maaf.."

"Ayahmu adalah sahabat karibku sejak dulu sampai dia telah tiada.. Begitupun Ibumu yang menjalin hubungan yang cukup akrab dengan istriku.. Keluarga kita punya hubungan yang sangat baik.."

Daniel semakin mengernyit karena pembicaraan Emrick semakin keluar dari apa yang seharusnya mereka bicarakan. Daniel menyisihkan waktunya untuk datang menemui Emrick karena dikiranya pria itu akan membicarakan masalah kerjasama mereka, dan ternyata malah tentang keluarga.

"Daniel.. Aku sangat mengagumimu.. Sebagai anak muda, kau benar-benar berprestasi dan sukses di usiamu.. Aku akan sangat senang, jika dapat menjadikanmu anggota keluargaku.."

Daniel terhenyak. Ini benar-benar sudah melampaui batas. Emrick punya maksud lain di balik pertemuan mereka kali ini, benar-benar maksud lain.

"Kau ingat Alena? Putriku yang seusia denganmu? Bagaimana kalau dia ku jodohkan denganmu?"

Jleb! Daniel tercekat dan hanya mampu terdiam di tempatnya saat ini.

***

"Aku hanya perlu mengurus berkas-berkas ini dan ku sampaikan padanya kan? Lalu aku juga harus ikut dengannya saat rapat atau bertemu client.. Saat ada telfon ataupun tamu aku harus.." ocehan Karin yang sedang mengulang kembali semua pengajaran yang di berikan Gracia terhenti ketika matanya menangkap sosok Daniel yang keluar dari lift dengan wajah di tekuk.

Gadis itu berpandangan sebentar dengan Gracia lalu kembali menoleh kearah Daniel. Langkahnya gontai seperti orang putus asa saja, jasnya ia tenteng di tangan kanannya tanpa mengangkatnya dan membiarkan ujung jas itu menyapu lantai, dan wajahnya ia tekuk dalam-dalam.

"Ada apa dengannya?" bisik Karin di telinga Gracia dan gadis itu hanya menjawabnya dengan gindikan bahu dan gelengan kepala.
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #12

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #11

Daniel menghntikan langkahnya ketika melihat Karin berlari-lari kearahnya. Lelaki itu tersenyum simpul sekaligus lega, tapi senyum itu langsung lenyap ketika Karin sudah sampai di depannya.

"Hhh.. Maaff.." Karin terengah, ia membungkuk untuk mengatur pernafasannya, tapi dengan teganya, Daniel menarik tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam lift.

"Aduh.. Kau tidak bisa tunggu aku bernafas normal dulu hah? Aku lelah!" sungut Karin dengan bibir mengerucut, Daniel memperlihatkan jam tangannya di depan wajah Karin dengan santai.

"Kau telat 10 menit! Aku kan sudah bilang untuk datang jam 7! Kau sama sekali tidak disiplin ya? Di kantorku ini, kedisiplinan adalah yang utama dan yang pertama!" ceramah Daniel dengan muka santai. Karin mendengus.

"Aku kan juga manusia! Aku bukan rubah berekor 9 yang bisa berlari cepat!"

"Kenapa tidak naik taxi?"

"Kalau tarifnya sama dengan angkutan umum, aku pasti menaikinya setiap hari!"

Daniel mendecih dan tertawa kecil, lalu menatap Karin dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kenapa?" tanya Karin kikuk.

"Lebih rapi dari kemarin! Tapi kenapa blazer mu kusam begitu?"

"Hah? Apanya yang kusam?" Karin langsung kelabakan dan memeriksa blazer coklat yang di kenakannya, menurutnya itu tidak kusam tapi mengapa Daniel mengatakannya kusam?

"Harusnya untuk pekerjaan baru, gunakan pakaian baru! Masa kau pakai pakaian yang sudah kau pakai saat bekerja di tempat yang dulu!"

"Heh! Kau pikir aku ini putri raja yang bisa ganti pakaian setiap hari?"

"Putri raja apa? Kalau kau putri raja, rakyat akan berdemo!"

"Kau ini bicara apa sih?!" Karin menggeram, ingin sekali melayangkan tendangannya ke kaki Daniel kalau saja tidak ingat bahwa laki-laki menyebalkan itu adalah bosnya sekarang.

Daniel tersenyum simpul dan penuh makna, begitu pintu lift terbuka, ia langsung berjalan mendahului Karin. Karinpun segera menyusulnya dengan malas-malasan.

"Heh! Mau apa kau dekat-dekat denganku?" tanya Daniel sambil menjauh dari Karin, Karin yang berjalan di sampingnya mendadak berhenti.

"Kau lupa siapa dirimu? Sekretaris itu jalannya di belakang! Dasar kau ini!"

Karin bersungut, sikap Daniel mulai tampak meyebalkan di matanya. Padahal kemarin, ia sudah menganggap lelaki itu orang baik tapi sepertinya untuk saat ini harus di pikirkan lagi. Iapun terpaksa berjalan di belakang Daniel sambil bersungut-sungut tak jelas.

"Karna ini hari pertamamu, ku beri hak istimewa, berjalanlah di sampingku" ucap Daniel yang seketika membuat Karin menautkan alis tipisnya.

"Tadi kau minta aku jalan di belakang!" sungutnya kesal. Daniel menghentikan langkah lalu berbalik menghadapnya.

"Aku kan sudah bilang, karna ini hari pertamamu, ku berikan hak istimewa!" katanya santai. Karin mendesis dan Daniel segera melanjutkan langkah menuju ruangannya.

"Ayo cepat, kau tidak boleh membantah perintahku! Ingat surat kontraknya!" ucap Daniel tanpa menoleh, Karin kembali mendesis lalu buru-buru menyusul dan berjalan di sampingnya.

"Kau pakai parfum apa?" tanya Daniel yang seketika membuat kening Karin mengkerut.

"Baunya tidak enak! Besok, aku tidak mau mencium bau ini lagi!"

"A-apa?"

"Rambutmu juga jangan di kuncir begitu.. Kau kelihatan tua! Gerai saja!"

"Heh, kau.."

"Hmm.. Hak sepatumu terlalu rendah, tambah satu centi lagi, kau benar-benar pendek!"

Karin benar-benar geram, langkahnya terhenti dan Daniel pun ikut berhenti, dengan wajah flat ia menoleh pada gadis itu yang kelihatan sedang menarik nafas dalam-dalam.

"Heh! Kau ini atasanku atau penata busana ku hah?! Untuk apa kau mengomentari semua yang ku pakai? Parfumku, bajuku, sepatuku, rambutku, kau pikir kau siapa hah?! Kau benar-benar cerewet ya!"

Daniel melongo mendengar ocehan Karin yang keluar begitu bersemangat dari bibir tipisnya, ia lalu menatap gadis itu intens. Memberinya tatapan marah karena sudah berani mengoceh dan berteriak pada atasannya.

"Kau ini sekretarisku! Aku berhak mengomentari penampilanmu agar aku tidak malu saat bertemu client nanti! Masa aku bawa sekretaris kampungan sepertimu!? Mau dibawa kemana wajah tampanku ini hah?!" cerca Daniel dengan wajah yang semakin mendekat kearah Karin. Karin tercekat dan refleks mundur perlahan.

"Kau ini! Di hari pertamamu sudah berani membentakku! Memangnya kau pikir kau siapa? Sepupuku? Kakakku? Istriku? Kau itu sekretarisku! Ku tegaskan! Sekretaris!" oceh Daniel lagi. Ia bergerak semakin dekat, memperpendek jarak diantara dirinya dengan Karin. Karin yang terus menghindar tertahan karena keberadaan dinding di belakangnya. Gadis itu menelan ludahnya dengan susah payah, ya ampun, ia benar-benar gugup berada sedekat ini dengan lelaki yang ia panggil Tan itu.

"Kalau kau berani membantahku lagi, bersiaplah ke pengadilan!" tukas Daniel lalu bergerak menjauh dan melanjutkan langkahnya dengan santai, seolah tidak terjadi apa-apa. Karin yang shock ditinggalkannya begitu saja.

"Cepat ke ruanganku!" serunya tanpa menoleh.Karin hanya terdiam sambil berusaha menormalkan degup jantungnya yang bergejolak aneh sejak tadi.
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #11

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #10

Hari ini adalah hari pertama bagi Karin bekerja sebagai sekretaris pribadi Daniel. Gadis itu kelihatan bersemangat, belum sampai jam 7, ia sudah siap berangkat. Apalagi hari ini tidak ada kuliah dan itu membuatnya bisa memulai pengalaman pertama dengan tenang dan bersemangat. Biar bagaimanapun, ia bertekad memberikan kesan pertama yang baik bagi Bos barunya agar pekerjaannya ini awet, tidak seperti pekerjaan sebelumnya.

Sesuai kata Daniel kemarin, hari ini Karin mengenakan pakaian yang formal ala orang kantoran. Dan iapun segera berangkat menuju kantor Daniel. Gadis itu belum memutuskan akan kesana dengan transportasi apa, mau naik taxi, tarifnya terlalu mahal, sedangkan naik angkutan umum pasti akan sangat memalukan.

Tiba-tiba saja seseorang yang mengendarai sepeda motor berhenti di dekatnya. Karin mengernyit tak mengenali orang itu karena helm full facenya.

Menyadari bahwa Karin tak mengenalinya, lelaki bermotor sport itu membuka helmnya lalu mengacak-acak rambutnya yang terasa sedikit panas dan berkeringat, baru setelah itu ia menoleh kearah Karin dengan senyum manis menawan.

"Hey.. Apa kabar?" sapanya ramah. Karin terbelalak lalu melonjak kegirangan.

"Zain! Apa yang kau lakukan disini?" tanya gadis itu yang masih seperti tak percaya bahwa lelaki berparas barat itu ada disini. Seingatnya, terakhir kali mereka bertemu adalah ketika pesta ulang tahun salah satu teman mereka di kampus dan itu sudah lama sekali.

"Kau melihatku seperti melihat hantu!" cibir Zain setengah mengumpat. Karin tertawa dan memukul pelan lengannya.

"Kemana saja kau selama ini hah? Ku kira kau hilang di telan bumi!"

"Bumi tidak akan kenyang hanya karna menelanku" gurauan Zain kembali membuat Karin memukul lengannya, kali ini sedikit lebih keras.

Zain adalah teman yang dikenalnya saat pertama kali menduduki bangku kuliah, waktu itu mereka sering di kelas yang sama. Zain lelaki yang ramah dan cukup populer di kalangan para gadis, tapi itu tak membuatnya sombong, entah mengapa, ia malah menempel terus pada Karin.

Saat semester 3, Zain pindah ke Amerika karena orang tuanya yang menginginkannya berhenti sekolah seni dan belajar di jurusan kedokteran. Padahal Zain lebih suka seni dari pada kedokteran, tapi berhubung lelaki itu anak yang baik, iapun menuruti keinginan orang tuanya.

"Jadi kau kemana saja selama ini?" tanya Karin yang memang tak tau perihal kepindahan temannya itu keluar negeri. Zain tersenyum manis menanggapi pertanyaannya.

"Aku berkelana.."

"Jangan bergurau denganku!"

"Kau masih galak seperti dulu ya.."

"Kalau tidak mau aku bertambah galak, cepat ceritakan! Kemana saja kau selama ini?" desak Karin. Gadis itu sudah sangat penasaran.

"Hmm.. Sepertinya tidak menyenangkan kalau ku ceritakan sekarang.. Kau punya waktu? Ayo kita jalan-jalan.."

Mendengar kalimat Zain, Karin jadi teringat sesuatu. Gadis itu terdiam beberapa saat dengan wajah yang tiba-tiba menegang. Perlahan, iapun melirik jam tangannya dan seketika gadis itu memekik.

"Kyaaa!! Aku terlambat!" pekiknya panik. Zain yang mendengar teriakannya jadi ikutan panik.

"Hah? Ada apa? Kau terlambat? Kau mau ke kampus ya? Aduh.. Aku membuatmu telat.. Maafkan aku!" ucap Zain kelabakan. Karin menggeleng.

"Bukan ke kampus! Tapi ke tempat kerjaku! Ini sudah lewat 5 menit dari waktu seharusnya!"

"Kalau begitu, cepat naiklah! Aku akan mengantarmu!" kata Zain lalu segera mengenakan helm nya lagi. Karin tak punya waktu untuk berfikir dan segera naik ke boncengan.

"Dimana tempat kerjamu?" tanya Zain dengan suara yang kurang jelas karena helm nya. Tapi Karin masih dapat memahaminya.

"Lurus saja! Sekitar 7 KM dari sini"

"Baiklah! Pegangan yang erat! Aku akan membawamu kesana secepatnya!"

Karin tersentak saat Zain menggas motornya kencang, refleks, gadis itu langsung melingkarkan tangannya di pinggang Zain dan memeluknya erat.

***

"Ya ampun! Dia kuliah atau apa? Ini sudah lewat jam tujuh! Hah! Bodoh sekali diriku ini, mengatakan padanya bahwa dia boleh datang saat pulang kuliah! Bisa saja kan dia menipuku, lagipula aku punya mata-mata darimana? Reina saja tak kan mau membantuku lagi! Aish.. Kenapa aku jadi gelisah begini.." Daniel terus mengoceh sambil berjalan mondar-mandir di ruangannya. Sejak tadi lelaki itu menunggu kedatangan sekretaris barunya. Bahkan ia berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya karena dia pikir, di hari pertamanya, Karin pasti akan datang pagi dan tepat waktu tapi saat ini sudah lewat dari jam 7.

Daniel menghempaskan tubuhnya di sofa dan duduk dengan tak tenang.

"Harusnya ku katakan padanya agar datang jam 7 di hari pertama! Persetan dengan kuliahnya! Aish.." Daniel terus mengoceh, tak berapa lama kemudian, lelaki itu berdiri dan melangkah keluar dari ruangannya.

Dengan langkah cepat, Daniel berjalan menuju lift lalu masuk ke dalamnya dan menekan tombol ke lantai dasar.

Begitu keluar dari lift, Daniel langsung melangkah di lobby dan mengitari pandangannya kesana kemari,berharap kalau sekretaris barunya ada diantara orang-orang disana
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #10

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #9

Karin hanya menuruti semua yang dikatakan Daniel sambil berharap semoga keputusannya ini tidak salah. Lagipula, jika ia lihat-lihat sepertinya Daniel bukanlah orang jahat yang akan membuatnya mati karena bekerja sebagai sekretarisnya.

Setelah menyelesaikan surat kontraknya dan membubuhkan tanda tangannya, Karin menyerahkan kembali kertas itu pada Daniel.

"Bagus! Kau bisa mulai bekerja besok!" tukas Daniel.

"Tunggu! Untuk gaji pertamaku.. Aku minta dibayar sekarang!" kata Karin tanpa malu. Demi uang, ia rela harga dirinya jatuh seketika itu juga. Lagipula, ia memang sangat butuh uang itu saat ini.

"Tidak masalah! Akan segera ku urus" ucap Daniel. Karin tersenyum senang. Ternyata bos barunya ini memang tidak seburuk dugaannya.

"Oh ya.. Saat mulai bekerja besok, jangan gunakan pakaian seperti itu, gunakan yang lebih bagus dan formal!" ujar Daniel sambil memandangi penampilan Karin dari atas kebawah.

"Baiklah.." jawab Karin patuh.

"Jangan terlalu formal denganku, jika sedang tidak di depan client panggil namaku saja! Satu lagi, jangan panggil aku Pak! Aku tidak setua itu!" tukas Daniel. Karin mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Umurku baru 23 tahun jadi aku belum pantas dengan panggilan seperti itu!"

"Hah? Kau masih 23 tahun? Ya ampun.. Ternyata kau masih ingusan! Kalau begitu, kau yang harus bersikap formal padaku! Aku setahun lebih tua darimu!"

"Jadi maksudmu, aku harus memanggilmu kakak? Begitu?"

Karin mengangguk dengan wajah memastikan. Daniel mendecih.

"Jangan mimpi! Aku tidak akan melakukannya!" tandas Daniel dan membuat Karin seketika mengerucutkan bibirnya.

"Datanglah jam 7 jika kau tidak ada kuliah dan jika ada kuliah, datang saja kapanpun setelah kau pulang kuliah, tapi jangan coba-coba membohongiku karna aku punya banyak mata-mata! Bahkan dikampusmu itu, aku punya sepupu! Jadi bersiaplah jika kau mencoba membohongiku!"

Karin hanya mengangguk santai, ia sudah cukup lega, paling tidak ia sudah punya pekerjaan tetap selama setahun, jadi tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi.

Daniel mengintip jam tangan dibalik lengan kemejanya dan lelaki itu segera bangkit berdiri, diambilnya jas hitam yang tersampir di lengan sofa lalu memakainya.

"Aku harus pergi, masih ada client yang harus ku temui.." ucapnya kemudian beranjak pergi.

"Tan..!" panggil Karin dan seketika langkah Daniel terhenti di depan pintu yang hendak dibukanya, lelaki itu lantas menoleh.

"Heh! Kenapa memanggilku begitu hah?"

"Kenapa? Bukankah kau bilang aku tidak boleh terlalu formal denganmu jika tidak sedang di depan client?"

"Tapi siapa yang memperbolehkanmu memanggil nama belakangku?"

"Aku hanya suka dengan nama itu! Lagipula aku lebih tua darimu jadi hak ku memanggilmu apa saja!"

"Hah.. Kau benar-benar gadis tidak sopan ya! Terserah kau saja!" desah Daniel dan kemudian bergegas keluar dari ruangannya. Ia lalu melangkah sambil bersungut-sungut.

"Tan? Apa-apaan dia? Hanya Ibuku yang boleh memanggilku seperti itu? Beraninya dia.. Dia pikir dia itu siapa? Dia hanya sekretaris baruku mulai besok dan kenapa..." Daniel tiba-tiba menghentikan langkahnya karena teringat sesuatu. Dengan cepat, laki-laki itu berbalik dan berlari kembali ke ruangannya.

Dengan sekali gerakan, pintu ruangannya ia dobrak dan matanya langsung membola ketika melihat Karin masih duduk disana dengan santainya.

"Sedang apa kau masih di ruanganku?! Cepat keluaaar!!" teriak Daniel murka.

***

Karin bersenandung riang gembira, ia senang sekali sudah mendapatkan pekerjaan. Jadi dirinya tidak perlu risau mengenai kelanjutan hidupnya. Ia akan tenang selama satu tahun kedepan sampai selesai wisuda, ia akan memikirkan pekerjaan lain yang mungkin lebih pantas untuk lulusan jurusan seni seperti dirinya.

Suara klakson mobil yang ditekan tak beraturan membuat Karin menghentikan langkahnya, dengan kesal, gadis itu berbalik dan keinginannya untuk segera memarahi pemilik mobil dibelakangnya pudar ketika melihat orang itu sebagai bos barunya.

Daniel menghentikan mobilnya tepat di samping Karin.

"Ada apa?" tanya Karin polos.

"Ayo masuk! Aku akan mengantarmu pulang.." kata Daniel dengan wajah santai. Karin terdiam sebentar lalu tersenyum sumringah dan masuk ke dalam mobil milik Daniel, ia duduk di jok belakang dan seketika Daniel melotot.

"Heh! Kau pikir aku ini sopirmu hah?! Kau ini benar-benar... Duduk di depan!" teriak Daniel geram. Karin melengos.

"Aku tidak biasa duduk di depan, nanti aku bisa muntah!"

"Ya ampun, kampungan sekali kau! Cepat pindah atau aku tidak jadi mengantarmu!"

Karin mengerucutkan bibirnya lalu turun dan pindah posisi menjadi di samping Daniel.

"Tan.. Ternyata kau baik juga ya.. Tidak ku sangka"

"Heh! Dari tampangku juga sudah kelihatan kalau aku ini baik! Tapi kau jangan salah paham, nanti kepalamu jadi tambah besar! Aku mengantarmu hanya agar tau dimana rumahmu, supaya lebih mudah menemukanmu jika kau melanggar kontrak!" terang Daniel lalu mulai melajukan mobilnya tanpa memperdulikan Karin yang manyun kesal di sampingnya.
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #9

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #8

Rapat baru saja selesai, membicarakan suatu hal yang menurut Daniel sama sekali tidak penting. Menjalin persahabatan dengan perusahaan lain benar-benar membuatnya bosan.

Ditambah lagi, selepas mengantar client pergi tadi, Daniel di tegur oleh Mamanya karena tidak memiliki sekretaris baru setelah sekretaris lamanya mengundurkan diri, bahkan Mamanya itu menawarkan untuk mencarikan sekretaris baru untuknya tapi Daniel menolak, mengatakan bahwa dirinya sudah punya calon sendiri.

Daniel tiba diruangannya dan segera merebahkan tubuhnya di atas sofa, berbaring sejenak untuk menghilang denyutan di kepalanya. Matanya baru saja hendak terpejam ketika tiba-tiba seseorang mendobrak pintu ruangannya dengan cukup keras.

Daniel terlonjak kaget dan posisinya seketika berubah menjadi duduk. Jantungnya berdebar kencang nyaris copot.

"Heh! Apa-apaan kau? Beraninya mendobrak pintuku! Dimana sopan santunmu hah?!" teriak Daniel kesal. Tiba-tiba rasa kesalnya itu sirna ketika menyadari bahwa yang mendobrak pintu ruangannya itu adalah Karin. Senyum Daniel terkembang singkat disudut bibirnya.

"Mau apa kau kesini hah?" tanya Daniel jutek. Karin malangkah masuk dan berdiri di depannya.

"Aku terima pekerjaan yang kau bilang kemarin!"

"Apa maksudmu?" tanya Daniel dengan wajah innocent.

"Kemarin perusahaanmu menghubungiku dan bilang bahwa aku diterima bekerja disini kan?"

"Tapi kau bilang tidak melamar kerja disini? Lagipula kau menolaknya dengan sangat tegas kemarin" kata Daniel dengan evil smirknya. Karin memejamkan mata sebentar sambil menarik nafas dan melepasnya.

"Aku berubah pikiran"

"Aku juga berubah pikiran!"

"Heh! Mana boleh begitu? Kemarin kau sendiri yang menyuruhku berpikir dulu lalu datang kemari kalau aku berubah pikiran!"

"Tapi kurasa kau tidak butuh pekerjaan ini, iya kan?" Daniel berusaha memancing gadis itu.

"Aku butuh! Pekerjakan aku disini!" pinta Karin dengan nada yang sama sekali tak sopan. Daniel menarik sudut bibirnya dan memandang gadis itu intens.

"Heum.. Bagaimana ya?"

"Ku mohon! Aku butuh pekerjaan! Aku harus membiayai kuliah ku dan aku juga sangat butuh uang saat ini! Ku mohon.. Pekerjakan aku disini.." pinta Karin dan kali ini lebih memelas. Daniel tersenyum puas.

"Lihat, kau benar-benar datang dan memohon padaku!" batin Daniel.

"Tunggu disitu!" seru Daniel kemudian berdiri dan mendorong Karin hingga terduduk di sofa, ia lalu mendekati meja kerjanya dan mengambil secarik kertas putih polos dari atas mejanya, tak lupa mengambil salah satu penanya. Setelah itu, ia kembali duduk di depan Karin.

"Ini.. Tulis surat kontrak!" kata Daniel sambil meletakkan kertas dan pena diatas meja lalu mendorongnya mendekat kearah Karin. Karin memandangnya dan terkekeh.

"Heh! Memangnya kita mau menikah pakai kontrak segala!?"

"Hey.. Semua karyawan di kantorku harus menulis surat kontrak sebelum bekerja, ini untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan terjadi! Sudah.. Tulis saja!" kata Daniel sembari melipat tangan di depan dada.

"Kau mau mempekerjakanku sebagai apa?" tanya Karin sambil meraih pena diatas meja.

"Sekretaris pribadiku" jawab Daniel santai. Karin membolakan matanya dan menatap tak percaya kearah lelaki itu.

"Tidak mau! Tempatkan aku di bagian cleaning service saja!"

"Heh! Disana sudah penuh! Lagipula kau bodoh? Pekerjaan sebagai sekretaris pribadiku adalah impian semua karyawan disini! Kau benar-benar bodoh kalau menolaknya!" tukas Daniel dengan fakta yang diputar balikkan.

"Memangnya tidak ada lowongan di tempat lain? Aku tidak bisa jadi sekretaris.. Aku tidak berpengalaman"

"Di tempat lain tidak ada! Sudah lah terima saja.. Aku akan membimbingmu dengan baik, tenang saja.. Gajinya juga lumayan besar"

Karin terdiam sejenak, yah.. Mau bagaimana lagi. Jika pekerjaan yang bisa di dapatkannya hanya ini, maka tak ada pilihan lain selain menerimanya.

"Baiklah.. Apa yang harus ku tulis?" tanya Karin yang sudah siap mengacungkan ujung pena diatas kertas.

"Tulis disitu.. Aku yang bertanda tangan dibawah ini.." Daniel menggantung kalimatnya, memberi kesempatan pada Karin untuk menulis.

"Apa lagi?"

"Dengan ini menyatakan bahwa aku akan menjadi sekretaris dari pria tampan bernama Daniel Tan.."

"Heh! Apa kita bisa melewatkan bagian itu?" sungut Karin, telinganya merinding mendengar betapa percaya dirinya kata-kata Daniel.

"Tulis saja!" bentak Daniel dan Karin hanya pasrah.

"Aku akan bekerja sepenuh hati dan melakukan tugasku dengan baik.."

"Aku tidak akan melanggar perintahnya apalagi mengundurkan diri.."

"Jika aku melakukannya, maka aku siap tidak di gaji dan di bawa ke pengadilan!"

"Heh! Kenapa harus kepengadilan?" protes Karin. Daniel melotot sebagai tanda bahwa Karin tidak boleh membantah. Gadis itupun menurut pasrah.

"Kau mau bekerja berapa lama?" tanya Daniel. Karin nampak berpikir sejanak.

"Mungkin satu tahun.." jawabnya, mengingat wisudanya satu tahun lagi. Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tulis tanggal berlaku dan berakhirnya kontrak itu! Jangan lupa tanda tangan!"
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #8

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #7

"Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!" pekikan itu seketika membuat semua orang yang ada di ruangan itu berhenti bergerak dan menolehkan kepala kearah pintu yang terbuka.

Seorang pria tua dengan kepala botak, kumis tebal, badan gemuk dan perut buncit nampak berdiri disana dan melotot geram.

"Kalian mau tawuran disini hah?!" bentaknya dengan suara menggelegar, Daniel merasa bulu kuduknya berdiri semua.

"Siapa sumber keributan disini?!" tanya pria tua itu dengan suara yang mulai merendah. Dengan kompak, semua yang ada di dalam ruangan itu mengarahkan jari telunjuknya ke arah Daniel. Daniel tercekat dan menelan ludahnya dengan susah payah. Pria tua tadi kini menatapnya dengan tatapn siap menerkam.

"Siapa kau?" tanyanya tajam.

"Aku.. Aku.. Namaku.."

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Mencari.. Sepupuku.."

"Siapa namanya?"

Daniel benar-benar merasa tersudut saat ini, semua orang seolah sedang menatapnya tajam ditambah sosok yang sangat mengerikan di hadapannya, menambah rindingan di tubuhnya.

"Rei-Reina" sebut Daniel. Damn! Disaat seperti ini saja ia ingat sepupunya itu.

"Heh! Tidak ada yang namanya Reina disini!" seru seseorang di belakang Daniel. Daniel memandangnya keki lalu kembali beralih pada manusia botak di depannya.

"Se-sepertinya.. Aku salah tempat.. Aku akan pergi.. Permisi.." ucap Daniel dan segera berlari pergi meninggalkan tempat itu. Semua memandangnya heran, beberapa nampak tertawa remeh.

"Sudah! Ayo kita mulai latihan hari ini?! Mana Karin?" tanya pria tua yang ternyata adalah pelatih drama musikal yang akan mereka tampilkan.

"Aku disini pak pelatih" sahut Karin yang muncul di balik sebuah tirai yang ada di bagian belakang ruangan itu. Beberapa gadis lain juga ikut keluar dan merekapun memulai latihan mereka hari ini.

***

Daniel berjalan setengah berlari menyusuri koridor fakultas seni, beberapa mahasiswa dan juga mahasiswi tak lagi berkeliaran diluar, sepertinya mereka telah masuk kelas atau mungkin sudah pulang. Daniel tak peduli dengan hal itu, yang ia pedulikan adalah, dirinya harus segera pergi dari sini.

"Aku tidak akan kesini lagi!" ucap Daniel dengan wajah memastikan. Mengingat pria tadi, ia benar-benar ngeri. Wajah sangar, kepala botak, kumis tebal, tubuh gemuk dan perut buncit benar-benar mengerikan di matanya. Entah apa alasannya, yang jelas, sejak kecil Daniel sangat takut kepada manusia jenis seperti itu.

Daniel mempercepat langkahnya ketika wajah pria tadi terbayang di pikirannya. Beberapa kali ia bergidik, benar-benar sangat ngeri kelihatannya.

Tiba-tiba langkah Daniel terhenti, seseorang telah memaksanya berhenti dengan menarik lengannya dari belakang. Jantung Daniel berdegup kencang, yang ada dipikirannya saat ini hanyalah pria tua dan berkumis tebal itu.

"Oh Tuhan.. Aku belum siap melihat wajahnya untuk kedua kalinya.." batin Daniel sambil memejamkan mata.

Perlahan, iapun memberanikan diri dan menoleh kebelakang. Matanya ia buka perlahan, dan wajah seseorang yang terlihat di matanya saat ini mampu membuatnya bernafas lega.

"Heh! Kau kemana saja hah?! Aku mencarimu sejak tadi?! Kau bilang akan menjemputku tapi apa yang kau lakukan? Kau malah jalan-jalan ke fakultas seni! Kau lupa ya? Aku kuliah di jurusan hukum! Mana mungkin aku ada disini! Dasar kau bodoh!" maki Reina dengan bertubi-tubi, ia sudah sangat kesal dengan sepupunya ini. Semenjak tadi ia menahan emosinya dan sekarang meluapkannya dengan begitu berapi-api pada Daniel.

"Darimana kau tau aku disini?" tanya Daniel dengan wajah tanpa dosa. Reina menggeram.

"Tara yang memberitahuku!"

"Tara? Makhluk macam apa itu? Apa dia berkumis tebal? Kepala botak? Perut buncit?"

"Apa yang kau bicarakan?"

"Hah! Ini efek bertemu spesies mengerikan! Jadi siapa Tara itu? Tunggu! Apa dia lelaki jelek berkacamata dengan rambut cepaknya yang membosankan?"

"Dia memang berkacamata dan berambut cepak tapi dia tidak jelek!" tukas Reina. Sepertinya ia benar-benar tersinggung.

"Kau suka padanya ya?" tanya Daniel dengan wajah menggoda. Reina menatapnya dan melotot tajam

"Apa maksudmu hah?! Jangan sembarangan menuduh kau!"

"Terlihat jelas di matamu! Kau tidak rela dia kupanggil jelek walau sebenarnya dia memang jelek!"

"Dia tidak jelek!!" pekik Reina yang semakin membuat Daniel yakin dengan tebakannya.

"Jangan jatuh cinta pada laki-laki seperti itu! Nanti kau bisa patah hati! Sepertinya dia hanya memikirkan pelajaran!"

"Siapa yang jatuh cinta padanya? Kenapa kau sok tau sekali hah?! Kau membuatku kesal!" amuk Reina tak terkendali. Daniel berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kau benar-benar menyebalkan! Kau sudah membuatku percaya kalau kau akan menjemputku, kau juga sudah membuatmu menunggu dan mencarimu kemana-mana, dan sekarang kau menggodaku! Kau benar-benar menyebalkan! Ayo cepat pulang, sebelum aku semakin marah dan melaporkanmu pada Ibumu!"

Reina langsung menarik tangan Daniel dan menyeretnya pergi. Daniel hanya pasrah, dalam hati ia bersungut.

"Aku tak akan kesini lagi!"
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #7

Cerpen Seru:The Pursuit Of Love #6

Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya. Karin terus memikirkan ucapan Daniel di kantornya tadi. Ia benar-benar kesal di buatnya. Tuduhan Daniel yang mengatakan bahwa gadis itu menghindarinya memanglah benar. Karin memang sangat malu atas kejadian kemarin, saat dirinya mencium lelaki itu, walaupun itu bukan unsur kesengajaan, tapi tetap saja ia amat sangat malu dan dirinya berusaha menutupi rasa malu itu dengan bersikap galak dan menghindari Daniel.

Sebenarnya, Karin sangat ingin menerima pekerjaan di kantor Daniel tapi mengingat ia harus bertemu lelaki itu setiap hari, ia memilih untuk berpikir seribu kali.

Bagaimana jika Daniel sengaja memberinya pekerjaan untuk mencemoohnya atau membalas perbuatan yang telah ia lakukan? Biar bagaimanapun, Karin bukan hanya sudah menciumnya tapi juga mengomelinya dan menendang kakinya dua kali.

"Aakkkhhh!!" gadis itu menjerit frustasi sambil menendang kaleng kosong di dekat kakinya. Sungguh hari-hari yang memilukan bagi dirinya.

Beberapa saat lamanya, berjalan dengan pikiran yang tak pasti, Karin akhirnya sampai di rumahnya. Langkahnya terhenti di depan pintu pagar saat melihat seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu rumahnya. Itu ibu pemilik rumah yang ia sewa, dan Karin baru ingat bahwa dirinya belum membayar sewa rumah untuk bulan ini.

"Bibi.." desis Karin lirih. Wanita itu berbalik dan tersenyum kearahnya.

"Bagaimana? Kau sudah punya uang? Hari ini sudah jatuh tempo" kata Ibu itu setengah tak tega, tapi biar bagaimanapun ia harus tetap mengambil sewa rumah karena dirinya sendiri juga membutuhkan uang.

Karin merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop putih berisi gaji terakhirnya. Ia mendesah saat memeriksa isi amplop dan mendapati jumlah gajinya jauh lebih kecil dari biasanya, gajinya banyak dipotong karena dirinya sering mengambil cuty untuk kuliah.

"Ini.." kata Karin sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada Ibu pemilik rumah, Ibu itu tersenyum kemudian bergegas pamit.

Sepeninggal Ibu pemilik rumah, Karin mendesah dan mengacak rambutnya kesal. Bagaimana untuk sewa bulan depan? Bisa-bisa ia harus angkat kaki dari rumah ini.

Karin segera melangkah masuk ke dalam rumahnya, gadis itu kemudian pergi ke dapur dan memeriksa isi kulkas dan ternyata kosong, lalu ia beralih ke almari tempatnya biasa menyimpan makanan instan dan disanapun hanya tersisa beberapa bungkus mie instan.

Gadis itu meringkuk di lantai dengan wajah depresi. Ia bahkan belum membayar biaya kuliahnya semester ini dan tabungannya semakin menipis, ditambah lagi kebutuhan sehari-harinya. Ya ampun, gadis itu bisa gila.

Semenjak kedua orang tuanya meninggal, gadis itu hidup sebatang kara selama setahun belakangan ini, dan selama itu ia bertahan karena masih memeliki pekerjaan namun kini setelah pekerjaannya dicabut, entah bagaimana ia akan menjalani hidupnya.

Karin merebahkan rubuhnya dan berbaring di lantai.

"Apa aku terima saja pekerjaan dari laki-laki itu?" gumamnya dengan mata menerawang.

***

"Kau sudah pulang kuliah?"

Reina mengernyitkan keningnya saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Daniel. Benar-benar tidak seperti biasanya, sepupunya itu menelponnya dan menanyakan hal seperti itu. Bahkan Reina masih ingat bagaimana kemarin Daniel mengatakan benci padanya. Lelaki itu memang suka berubah-rubah.

"Heh! Apa kau salah minum obat hah?"

"Aku bahkan tidak pernah minum obat! Eum, kau sudah pulang belum? Mau ku jemput?" tanya Daniel dengan suara super manis. Reina sampai ingin muntah mendengarnya.

"Apa suasana hatimu sedang baik hah?"

"Apa maksudmu? Suasana hatiku memang selalu baik"

"Kau itu seperti bunglon! Selalu berubah-rubah sesuai dengan suasana hatimu!"

"Hey, bagaimana bisa kau menyamakanku dengan makhluk seperti itu!?"

"Sudahlah, sebenarnya apa yang membuatmu ingin menjemputku?"

"Ah, aku hanya ingin.. Kau kan tau, aku ini sepupumu yang paling tampan dan baik hati"

"Cih! Aku baru saja ingin menghubungi kak Keenan, tapi kau sudah membuat telfonku sibuk!"

"Heh! Kau ini adik macam apa? Kakak mu itu sedang sibuk! Sudah, biar aku saja yang jemput! Aku sedang bebas hari ini! Tunggu disana, aku akan segera datang!"

Reina mengernyit dan telfon sudah diputuskan secara sepihak. Benar-benar aneh, tidak biasanya Daniel bersikap seperti itu dan tiba-tiba Reina teringat sesuatu.

"Apa dia ingin bertemu gadis itu?"

***

Daniel mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia langsung dari kantor dan masih berpakaian rapi. Sebenarnya tujuan utamanya bukan menjemput Reina, tentu saja, mana mungkin ia mau menjemput gadis itu secara sukarela dan bukan karena terpaksa?

Lebih cepat 5 menit dari kemarin, Daniel sudah tiba di depan gerbang kampus. Ia langsung turun dari mobil dan mengarahkan pandangannya kesana kemari untuk mencari Reina sekalian mencari seseorang yang lain.

Beberapa mahasiswi menatapnya dan berusaha mencuri perhatiannya tapi Daniel hanya tersenyum pendek. Ia kemudian berjalan masuk ke area kampus karena tak mendapati kedua orang yang dicarinya diluar.

Daniel berjalan santai dan perlahan menyusuri area kampus yang begitu luas, matanya tidak henti mencari, entah mencari Reina ataupun mencari gadis lain, dan itu pastilah Karin.

"Pak!" Daniel tersentak saat seorang mahasiswa berkacamata dan berambut cepak menghadang langkahnya.

"P-pak?" desis Daniel tak terima.

"Ini, apa kau bisa membantu ku menjelaskan materi ini? Aku kesulitan.." ucap mahasiswa itu sembari menaikkan kaca matanya. Daniel menggeram.

"Kau pikir aku dosenmu hah? Apa-apaan kau? Apa aku setua itu?! Aku masih muda dan pasti lebih muda darimu! Beraninya kau memanggilku pak! Oh ya ampun..." Daniel mendesah geram. Mahasiswa di depannya nampak kaget, ia benar-benar mengira bahwa Daniel adalah salah satu dosen di kampusnya, mengingat Daniel menggunakan kemeja dan jas, biasanya yang berpakaian seperti itu diarea kampus hanyalah dosen.

"Maafkan aku.. Aku kira kau.."

"Matamu sudah empat! Tambahkan dua lagi agar kau bisa lihat dengan jelas!" bentak Daniel emosi.

"Aku minta maaf, permisi"

"Heh! Tunggu!" cegat Daniel seraya menarik kerah belakang mahasiswa itu, ia pun langsung mengambil posisi di depannya.

"Kau kenal seorang gadis bernama Karin?" tanyanya.

"Karin? Siapa? Disini banyak yang namanya Karin"

"Yang paling cerewet dan galak diantara semua Karin!"

"Oh.. Aku tidak tau, semuanya cerewet dan galak"

"Yang paling bodoh"

"Entahlah"

"Yang rambutnya agak coklat kemerahan"

"Apa yang kau maksud.. Karina Arista? Anak fakultas seni?"

Pertanyaan mahasiswa itu membuat Daniel mengangguk cepat.

"Dimana aku bisa bertemu dia?"

"Kurasa dia ada di ruang teater"

"Ruang teater?"

"Eum, dia ikut memainkan drama yang akan dipentaskan diacara kampus nanti"

"Oh.. Dimana ruang teaternya?"

"Cari saja sendiri! Aku bukan pemandu wisata!"

"Heh! Apa katamu? Berhenti disitu!" teriak Daniel murka dan mahasiswa yang tak diketahui namanya itu segera melarikan diri. Daniel mendesah keki lalu melanjutkan langkahnya.

"Ruang teater pasti ada di fakultas seni kan?" gumamnya sendiri lalu berjalan menuju gedung fakultas seni, sepertinya ia sudah sangat lupa pada sosok sepupunya.

Daniel sampai di fakultas seni, masih banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang disini. Beberapa diantaranya para gadis yang terjerat pesona Daniel. Mereka semua mengira bahwa Daniel adalah dosen muda yang akan mengajar di kelas mereka.

"Permisi.. Apa kalian tau dimana ruang teater?" tanya Daniel pada beberapa mahasiswi yang sedang berkumpul. Mereka nampak sumringah dan tak henti menyunggingkan senyum termanis mereka.

"Oh.. Ada diujung sana.." kata seorang diantara mereka sambil menunjuk ke sisi kanannya.

"Bapak lurus saja.. Lalu belok kanan, tepat di ujung koridor, disitulah ruang teater" tambah seorang lainnya. Daniel menahan geram. Lagi-lagi dirinya dipanggil bapak.

"Terimakasih" ucap Daniel alakadarnya.

Iapun bergegas menuju ke arah yang ditunjukkan mahasiswi-mahasiswi itu, meninggalkan mereka yang masih sumringah menatapnya. Sebenarnya Daniel sangat kesal, ia tidak suka di panggil bapak, lagipula menurutnya, usianya tidak jauh berbeda dengan mereka. Hanya saja ia lulus kuliah lebih cepat, IQ Daniel sangat tinggi dan dia lulusan Harvard University diusianya yang masih sangat muda.

Tak sampai 5 menit berjalan, Daniel telah tiba di ujung koridor, ada sebuah ruangan dengan pintu tertutup disana. Dipintu itu tertempel sebuah kertas dengan tulisan "Bukan Artis diLarang Masuk!"

"Ya ampun! Mereka sombong sekali! Artis darimana? Kapan mereka main film hah?" gerutu Daniel dengan bibir mengerucut. Didalam ruangan itu, ia mendengar banyak suara-suara yang melebur jadi satu, sepertinya ruangan itu sudah seperti pasar ikan.

Daniel membuka pintu dengan percaya dirinya, tak peduli dengan tulisan yang tertempel di pintu. Dan ketika dirinya melangkah masuk ke dalam ruangan, semua mata langsung memandang kearahnya dengan tatapan heran.

"Siapa dia?" beberapa orang nampak berbisik-bisik. Kening Daniel mengernyit, mereka laki-laki semua.

"Heh, kau tidak baca tulisan di pintu? Bukan artis dilarang masuk! Cepat keluar!" usir seorang diantara mereka. Daniel mendengus dan tersenyum sinis.

"Aku memang bukan artis, tapi kau tau tidak, aku sudah beberapa kali ditawari main film, hanya saja aku tolok! Aku lebih memilih jadi pengusaha! Kau tidak lihat wajahku yang lebih tampan dari aktor hollywood ini? Beraninya kau mengusirku! Kau bisa ku tuntut!" oceh Daniel dengan muka datar. Semua yang ada di ruangan itu melongo menatapnya.

"Heh! Kau bukan mahasiswa disini ya?"

"Tentu saja bukan! Aku lulusan Harvard University dan IQ ku diatas 138!" jawab Daniel sombong.

"Heh Tuan sombong! Sepertinya ini bukan tempatmu! Pergilah sebelum kami menghajarmu!" hardik seorang berbadan besar. Bukannya takut, Daniel malah menatapnya seolah menantang.

"Ini ruang teater apa markas geng?" tanyanya masih santai.

"Apa katamu?" orang-orang itu mulai kehabisan kesabaran, seorang diantara mereka malah bersiap maju untuk menghajar Daniel, jika saja teman-temannya tidak menghalangi.

"Aku kesini ingin bertemu seseorang, apa disini tidak ada perempuan?" tanya Daniel sambil mengedarkan pandangannya, menatap semua orang yang ada didalam ruangan itu satu persatu.

"Heh! Lebih baik kau keluar saja! Kami tidak menerima tamu, kami sedang latihan dan sebaiknya kau tidak menganggu!"

"Sudah ku bilang aku mencari seseorang! Apa kalian menyembunyikannya? Cepat keluarkan dia atau ku tuntut kalian!"

"Aish! Orang ini benar-benar.." seseorang diantara mahasiswa seni itu hilang kesabaran, ia menghampiri Daniel dan melayangkan pukulan kearahnya tapi dengan santainya Daniel menangkap tangan yang melayang hendak menghantam wajahnya itu.

"Aku juga bisa berkelahi!" ucapnya menantang. Dan hal itu memicu emosi mereka semua, mereka langsung mengerubungi Daniel dan ketika hendak mengeroyoknya, pekikan seseorang menghentikan mereka.

"Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!"
READ MORE - Cerpen Seru:The Pursuit Of Love #6

Cerpen Seru: The Pursuit Love #5

"Bagaimana bisa? Aku bahkan tidak melamar pekerjaan disana.." gumam Karin bingung. Ia benar-benar tak mengerti dengan yang dikatakan seseorang di seberang telfon. Katanya Karin di terima bekerja di perusahaan mereka dan hari ini mulai interview. Yang benar saja.

"Mungkin anda salah sambung.." ucap Karin, si penelpon bersikeras bahwa dirinya sama sekali tidak salah sambung.

"Ah, baiklah.. Aku akan datang sore ini.." ucap Karin dan kemudian memutuskan sambungan telfon. Gadis itu lalu terduduk dengan wajah bingung. Pikirannya berusaha mengingat-ngingat, kapan dirinya pernah melamar pekerjaan, dan hasil pemikirannya adalah tidak sama sekali. Tentu saja, ia bahkan baru di pecat beberapa saat yang lalu.

***

Daniel duduk santai di atas sofa di dalam ruangannya. Secangkir teh yang masih hangat terletak diatas meja di depannya. Dan lelaki itu hanya memandangi bayangan wajah tampannya didalam teh tersebut tanpa berniat meminumnya.

Ponselnya yang tergeletak tak jauh dari cangkir teh itu berdering, membuatnya melirik kelayar benda yang berkedip-kedip itu. Beberapa saat kemudian, iapun menjawab panggilan yang masuk itu.

"......."

"Oke, antarkan dia ke ruanganku.." ucap Daniel dengan senyum kecil disudut bibirnya. Iapun mengakhiri sambungan telfon dan mengembalikan ponselnya ke tempatnya semula.

Tak harus menunggu lama, pintu ruangannya sudah diketuk dari luar. Menandakan seseorang yang sedang ditunggunya sudah tiba. Daniel menyeringai.

"Masuk!" serunya dan pintupun terbuka.

Tampak seorang gadis berkulit putih dengan rambut coklat kemerahannya yang tergerai sedang berdiri diambang pintu. Daniel menoleh dan gadis itu tersentak kaget.

"Hey.. Apa yang kau lakukan disitu? Kau tidak mau masuk?" tegur Daniel dengan wajah galaknya. Karin terkesiap lalu buru-buru menutup pintu. Daniel terkejut dan melongo tak percaya.

"Hey, apa yang dilakukan gadis gila itu?" gumamnya dan segera berdiri dari duduknya, iapun berjalan mendekati pintu yang baru saja ditutup Karin.

"Kau.." Daniel mendesis dan menarik pintunya. Karin nampak masih berdiri di depan pintu dengan wajah tak percaya.

"Kenapa kau tidak masuk dan malah menutup lagi pintunya? Kau bodoh atau idiot?!" cerca Daniel kesal. Karin merenggut tersinggung.

"Aku salah ruangan!" katanya dan segera beranjak pergi tapi Daniel buru-buru mencegat lengannya.

"Kata siapa kau salah ruangan heum?"

"Aku ingin ke ruangan direktur perusahaan ini, ku rasa aku salah karena masuk ke ruangan office boy"

"A-apa?" Daniel membolakan matanya dan menatap tak percaya kearah Karin yang secara tak langsung menyebutnya sebagai office boy.

"Kau mengira aku ini seorang office boy?!" tanya Daniel emosi, suaranya sampai melengking di telinga Karin.

"Lalu apa? Kau tidak terlihat seperti direktur kan?"

"Oh, ya ampun.. Gadis ini benar-benar.. Mana ada office boy setampan ini!!" lagi-lagi Daniel berteriak memekakkan telinga. Karin mengerjapkan matanya, memandang Daniel dari bawah keatas.

"Kau percaya diri sekali ya!?"

"Tentu saja! Semua orang juga tau bahwa aku tampan! Kemari kau.. Akan ku tunjukkan siapa aku!"

Daniel bergegas menarik lengan Karin, menyeretnya masuk ke dalam ruangannya. Setelah itu, pintu ruangannya ia banting keras-keras. Karin tercekat, ia merasa ketakutan sekarang. Mungkin Daniel akan membunuhnya atau memutilasinya karena dendam kesumat padanya. Biar bagaimanapun, Karin masih ingat telah mencium lelaki ini walaupun tanpa unsur kesengajaan dan juga sudah dua kali menendang kakinya.

"Kau mau apa hah? Lepaskan aku!" rintih Karin sambil berusaha melepaskan tangannya. Daniel tak bergeming dan terus menyeret Karin kemudian mendorongnya hingga terduduk diatas sofa.

"Lihat itu! Kau bisa baca kan?"

Karin menolehkan kepalanya kearah yang ditunjuk Daniel. Matanya memicing melihat sebuah balok tipis yang terbuat dari kaca terletak diatas meja. Disana tertulis "Daniel Tan Direktur eksekutif"

Daniel tersenyum menanti ekspresi Karin setelah membaca tulisan itu dan ternyata ekspresinya tidak berubah sedikitpun. Flat, malah mengernyit tak mengerti.

"Kau tidak bisa baca ya? Disana tertulis namaku sebagai direktur eksekutif!"

"Itu namamu?"

"Lalu nama siapa? Namamu? Tentu saja namaku! Dasar kau bodoh!"

"Heh! Berhenti menyebutku bodoh!"

"Kalau bukan bodoh apa? Dungu?"

"Kau ini benar-benar.. Aish! Aku harus pergi dari tempat terkutuk ini!" desah Karin dan segera bangkit berdiri, tapi Daniel tak membiarkannya, lelaki itu kembali menghalangi langkahnya.

"Kau dipanggil kesini untuk interview kan? Seenaknya saja kau pergi! Kau mau kehilangan pekerjaan ini?"

Karin terdiam dan kembali duduk diatas sofa. Ia sedang berpikir keras, ia tidak melamar pekerjaan ketempat ini dan tiba-tiba mendapatkan telfon bahwa dirinya diterima bekerja disini. Dan ketika datang kesini, ia bertemu orang yang kemarin diciumnya tanpa sengaja dan juga beberapa kali di tendangnya. Ini benar-benar membingungkan. Atau mungkin ini unsur kesengajaan?

Karin memandang Karin dengan tatapan curiga.

"Kau merencanakan semua ini ya?" tanyanya tajam.

"Merencanakan apa? Apa maksudmu?"

"Kau sengaja memperkerjakan aku disini supaya bisa menjahatiku? Kau dendam padaku ya?"

"Heh! Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu hah? Aku saja tidak tau kenapa kau bisa bekerja disini.. Perusahaanku sedang melakukan pencarian karyawan baru, dan aku tidak tahu menahu soal itu. Aku hanya di beritahu bahwa seseorang akan datang dan aku harus menginterview nya sore ini.. Kebetulan saja itu kau.." terang Daniel dengan lancar.

Karin memdesis lirih.

"Aku bahkan tidak melamar kerja disini! Bagaimana bisa aku di terima?"

"Ah.. Mungkin ada kerabatmu yang berbaik hati padamu.."

"Dasar gila! Aku tidak mau bekerja disini!"

Karin bergegas bangkit dan beranjak pergi tapi lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, Daniel menahan langkahnya.

"Kau ini menghindariku terus.. Kau malu padaku ya?" tanya Daniel dengan wajah menggoda. Karin menatapnya bingung.

"Malu?"

"Kau malu karena waktu itu kau menciumku kan? Karena itu kau selalu saja menghindariku.. Sudahlah.. Aku juga tidak menganggap kejadian itu sebagai sesuatu yang harus ku ingat, aku sudah melupakannya.. Tidak perlu malu! Bersikap biasa saja!" tukas Daniel. Karin mendengus jengkel.

"Terserah kau saja! Aku tetap tidak mau bekerja disini?"

"Kau yakin? Kau baru kehilangan pekerjaanmu kan? Apa kau tidak butuh pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhanmu?"

Pertanyaan Daniel membuat Karin mendelik cepat.

"Kau benar-benar membuatku kesal! Lepaskan aku! Aku mau pergi!"

"Pekerjaan ini jauh lebih baik dari pekerjaan lamamu, dan gajinya jauh lebih besar.. Hey.. Aku hanya ingin membantumu"

"Kau peduli padaku?"

"Jangan salah paham! Nanti kepalamu tambah besar! Aku hanya kasihan melihatmu marah-marah seperti tadi pagi.. Sudahlah, aku sedang baik! Terima saja pekerjaan ini dan kau tidak akan menyesalinya seumur hidupmu!"

Karin menghela nafas kasar dan menatap Daniel dengan tatapan keki.

"Dengar ya Tuan Tan! Aku tidak mau bekerja di kantormu ini!" ketus Karin kemudian menghempaskan tangan Daniel di lengannya, lalu gadis itu melangkah pergi.

"Pikirkan saja dulu! Kalau kau berubah pikiran datanglah!" seru Daniel dan tak di gubris Karin. Gadis itu segera membuka pintu dan berjalan keluar kemudian menutup pintu dengan kasar.

"Gadis keras kepala! Lihat saja, siapa yang akan datang kesini dan memohon padaku!"
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Love #5

Cerpen Seru: Menghilang Dari Jarak Pandangmu

Cerpen Seru: Menghilang Dari Jarak Pandangmu. Disini, ditengah-tengah kesunyian dunia,ditengah-tengah hembusan angin, ditengah-tengah suara-suara rintikan hujan,ditengah-tengah penyesalan yang mendera, aku berdiri, berdiri dimana aku takbisa lagi melihat wajah indahmu, menerima senyuman ceriamu, menyentuh kulitmu,bahkan memeluk ragamu. Seandainya, aku bisa memutar waktu, aku akan lebih pekadengan-mu bahkan perasaanmu.



Tiga tahun yang lalu, aku menjabat tanganmuuntuk pertama kalinya. Kau tersenyum ramah, dengan menyebutkan namamu. Kau,adalah orang pertama yang menyentuh tanganku, disaat hari pertama ku menjadisiswa pindahan di sekolah dimana kita akan menimba ilmu bersama. Kau, bahkanorang pertama yang mendengar suaraku ketika bernyanyi. Kau juga orang pertamayang mengetahui keinginanku suatu hari nanti. Saat itu, aku sempat berfikir,aku nyaman berada didekatmu. Kau setia mendengar setiap keluh kesahku dankeinginanku yang mungkin orang lain tak mengetahuinya, termasuk orang tuakusendiri.



Tiga tahun lalu, setiap hari aku selalumenemukan setangkai bunga mawar dan secarik kertas dilokerku tanpa tahu siapayang mengirimnya. Hanya huruf inisial yang tertera dipojok kertas berisi quotespenyemangat untukku. Kau tahu, aku sangat  senang  saat menerimanya, setiap  malam  akuselalu  memikirkan  apakah  besok aku  akan  mendapatkannya lagi,  bahkan  aku  sempat  berfikiringin  memiliki  kekuatan untuk mempercepat  waktu. Hingga  disetiap doaku, aku berharap Tuhan memberipetunjuk padaku siapa dirinya yang seolah memberi nafas semangat baru ditengahsemangatku sendiri yang mulai terkikis.



Tiga tahun yang lalu, pagi itu, aku berangkatlebih awal, agar aku bisa mengetahui siapa seseorang itu. Dan kau tahu, suasanahatiku yang penuh dengan rasa penasaran seolah berubah menjadi kelegaantersendiri setelah aku mendapatkan jawabannya. Di sana, di depan lokerkuberdiri seorang wanita yang memiliki postur tubuh sepertimu, entah apa yang ialakukan disana, tapi aku memantapkan jawabanku, bahwa dialah jawabannya.



Tiga tahun yang lalu, kau datang padaku. Kautak sendiri, kau membawa seseorang dan memperkenalkan padaku. Dan kau tahu,seseorang itu adalah orang yang berdiri didepan lokerku pagi itu. semakinmembuatku senang dan yakin bahwa dia orangnya, ketika aku mengetahui namanya-huruf awalannya sama dengan inisial yang tertera di kertas quotes itu. Dan saatitu juga, aku seolah memiliki alasan untuk mencintainya, bahkan menjadikannyamilikku.

Satu bulan sebelum kelulusan, aku melamarnyadi depanmu, entah mengapa kau malah menangis, seperti seseorang yang kehilangansesuatu yang berharga bagimu. Dan alasan mengapa kau menangis adalah karena kauhanya bahagia melihatku melamar teman terbaikmu. Sorotan matamu ketikamenatapku dengannya seolah menunjukkan tatapan kesedihan bahkan kepedihan,nampak jelas kau seperti seseorang yang terluka.



Hingga, waktu itu tiba, di haripertunangannku, aku mendengar kabar seseorang yang akan menjadi tunangankumengalami kecelakaan. Seketika tubuhku melemas, amarahku seketika memuncak ketikatahu siapa yang menyebabkan wanitaku terbaring lemah di ruang pesakitan itu.Kau, Hye Na, aku tak percaya bahwa kau yang dengan tega mengacaukan acarapentingku dengannya. entah apa yang terjadi sebelumnya antara kau dan Hera –wanita yang sebentar lagi akan menyandang nama margaku hingga kau mengakibatkanHera mengalami kecelakaan.

Malam itu, telingaku seolah tuli dan berhentimendengar, setelah seseorang dengan jubah operasinya mengatakan sesuatu yangseketika membuat hatiku remuk- Hera mengalami kerusakan fatal di korneamatanya, hingga membuatnya akan mengalami koma panjang sebelum dia mendapatkanpendonor yang tulus untuk mengganti matanya yang rusak.



Kuarahkan pandangaku yang penuh amarah kepadakau yang saat itu menangis terisak dengan raut penuh penyesalan. Tak pedulisiapa kau, malam itu aku mencacimu, meluapkan amarahku padamu, mendorongmu,bahkan aku memutuskan untuk membencimu saat itu juga. Aku bisa merasakanbagaimana terlukanya dirimu saat itu ketika aku melontarkan kata-kata kasarkupadamu, tapi itu sebanding dengan apa yang aku rasakan ketika kau membuatwanitaku terbaring lemah diruang pesakitan dengan selang-selang yang menjadipenompang hidupnya.


Kau,- Hye Ha, kau adalah orang pertama yangmembuat hidupku kembali berarti, tapi kau juga orang pertama yang membuatseseorang yang sangat berarti di hidupku terluka. Maafmu bahkan seolah menjadilagu terburuk yang pernah aku dengar. Percuma, beribu maaf yang kau lontarkantak akan merubah segalanya, terlebih membuat Hera bangun dari kesakitannya.Hingga, aku yang dengan seluruh amarah dan kekesalan, ku lontarkan kata – katayang benar-benar aku yakini akan membuatmu semakin terluka dengan sikapku.



“Pergilah dan menghilanglah dari jarakpandangku jika kau ingin aku memaafkanmu!”


Dan benar, setelah malam itu, setelah akumemutuskan tak ingin melihatmu lagi, kau seolah hilang ditelan bumi. Tak kudapati dirimu yang pernah menghiasi hari-hariku, wajahmu, suaramu, bahkansifatmu yang selalu susah ditebak. Mungkin kata-kataku itu terlalu menyakitimu,tapi aku akui saat kau tak lagi menampakkan wajahmu di hadapanku, ada sesuatuyang salah di hatiku,sesuatu yang seolah menghilang dan ingin menemukannyalagi, hingga aku benar-benar ingin mengutarakan padamu secara langsung, bahwa “Aku merindukanmu.”


Setahun sudah,kau pergi entah kemana.Sepertinya, kau benar-benar menuruti perintahku, “menghilang dari jangkauan jarakpandanganku” kata-kataku sendiri seolah menjadi duri dihidupku sendiri. Tersiksadengan perasaan bersalah telah melukaimu. Seolah ada bagian yang hilang darihidupku, setelah aku benar-benar tak bisa menjangkau dimana kau berada.



Saat itu, ketika hujan turun, aku datangkerumah Hera yang saat itu keadaan sudah membaik, bahkan pulih total. Adasesuatu yang perlu ku ketahui tentang kau, hingga Hera memintaku untuk datangkerumahnya. Aku berusaha menutupi kerinduanku akan kau di depannya, bagaimanamungkin aku merindukan orang lain di depan calon istriku. Seketika leherkuseperti tercekat, apa aku tidak salah mendengarnya. -Hera mengatakan jika kaumencintaiku. Terlebih ada hal lain yang membuatku seperti mau mati mendadak,bunga mawar itu, kertas quotes itu, ternyata itu milikmu, milikmu yang dengantulus kau berikan padaku. Inisial huruf “H” itu bukan Hera – yang selama iniaku anggap pengirimnya,yang ternyata itu inisial namamu sendiri “Hye Na”.



Malam itu juga, dengan perasaan yang bercampuraduk, aku membelah jalanan ditengah hujan yang semakin deras. Difikiranku, akuakan memelukmu, menangis didepanmu, meminta maaf padamu setelah akumenemukanmu. Tapi itu semua nihil, aku sama sekali tak menemukanmu, dirumahmu,di apartemenmu, di kafe favoritemu, dimanapun tempat yang sering kau kunjungi,-aku tak menemukanmu. Kau benar-benar menghilang, kau benar-benar wanita bodohyang menuruti perintah gilaku – menghilang dari jarak pandangku.



Sabtu pagi, sebelum aku berdiri ditempat ini,aku datang ketempat dimana aku dan kau pertama kali bertemu, berjabat tangan,hingga aku mendengar namamu. Sekolah, ya_ sekolah, sekolah yang saat ini telahmenjadi bangunan kosong setahun yang lalu. Ku telusuri setiap lorong sekolah,memori tentangmu seolah masih melekat, melekat sebagai kenangan manis yangmalah membuatku semakin tersiksa. Kau tahu, kau adalah orang pertama membuatkumenitihkan air mata. Bahkan, ketika Hera koma, aku masih memikirkanmu, -antarabenci dan sesal itu yang selalu mengahantui setiap jengkal pikiran danperasaanku.



Kakiku ku langkahkan menuju dimana kau selalumengirim mawar dan quotes untukku. Kau tahu,sampai saat ini  aku masih menyimpan semua mawar dan quotespemberianmu. Biar kelopak mawar itu layu dan rontok, biar kertas quotes itutermakan ngengat, aku masih menyimpannya di tempat yang sama ketika kaumeletakkannya untukku- loker pribadiku, yang bahkan kuncinya masih setia akubawa. Aku ingin mengenangmu bahkan berharap bertemu denganmu ditempat ini.



Setangkai mawar dan secarik kertas yangmenempel dipintu lokerku yang mulai berkarat, menyambut kedatanganku. Airmataku terjatuh, dadaku terasa sesak, seolah aku sudah mengetahui jawabannya.Aku meraihnya dengan tangan yang bergetar, membuka perlahan secarik kertas yangterlampir dengan mawar yang sama seperti mawar yang aku terima beberapa tahunyang lalu.



 Akumenyenderkan tubuhku yang melemas, meluruhkan tubuhku hingga tersipuh dilantaiyang berdebu. Ada sesuatu yang amat sakit didalam sana, -setelah aku membacasurat itu. Menangis sejadi-jadinya meratapi penyesalan yang aku buat sendiri.


Cho Kyuhyun, aku berharap kau kembali ketempatini dan menemukan surat ini. Maaf, telah mengacaukan  acara pertunanganmu dengan Hera. Demi Tuhan,aku tidak sengaja telah membuat-nya terlelap diruang pesakitan. Aku tidakmarah, saat kau mencaciku, mendorongku, bahkan menganggapku seperti seorangpembawa sial bagi hidupmu. Tapi aku merasa hatiku seperti tersayat benda tajam,saat kau memutuskan untuk membenciku hingga kau mengingkanku untuk pergimenjauh dan lenyap dari jarak pandangmu. Terlalu sakit untukku yang saat itumemendam perasaan yang tak mungkin aku utarakan disaat kau telah memilikiseseorang yang sangat berarti untukmu. Seseorang yang mencintaimu setelah adaseseorang lain yang terlebih dulu mencintaimu namun tak sanggup untukmengungkapkannya. Cho Kyuhyun__ Aku Mencintaimu.


Apa kau masih ingat,  mawar dan kertas yang selalu menempel dilokermu. Maaf, aku telah mengotori lokermu dengan barang-barang tak bergunaseperti itu. Andai kau tahu, setiap pagi aku selalu menunggu senyum teduhmusetelah kau membaca catatan kecil yang aku kirim padamu, menyimpan mawar yangaku berikan sebagai tanda terima kasihku padamu yang mau tersenyum setelahmembaca quotesku. Tapi malam itu, kau seolah membunuhku, kau seolahmenghentikan setiap harapanku yang selalu ingin melihat senyummu, memelukmu,mencium aroma tubuhmu, bahkan memilikimu. Namun aku sadar, kau tak salah jikakau membenciku, aku sendiri yang telah menyebabkan ini semua. Sesuaikeinginanmu, aku akan pergi,, pergi menjauh dan menghilang dari jarakpandangmu.

Mungkin, ini mawar dan catatan kecil yangterakhir yang aku berikan padamu. Terima kasih kau sudah hadir dalam hidupku,mengisi setiap jengkal relung hatiku, meskipun pada akhirnya akan terluka.Berharap dengan kepergianku ini, kau bisa memaafkanku.


Aku telah merelakan kedua mataku untuk Hera,orang yang sangat kau cintai. Maaf, biarkan aku kali ini menjadi seorang yangegois untuk kedua kalinya. Egois karena masih mengingkan untuk melihat senyuman darimu yang sempat hilang karenakecerobohanku sendiri. Dan ini juga, sebagai tanda permintaan maafku untuksemua yang aku lakukan dalam hidupmu.


Cho Kyuhyun, untuk terakhir kalinya, ijinkanaku mengungkapkan perasaanku padamu yang selama ini aku pendam. Bahwa, __ AKUMENCINTAIMU. – Kang Hye Na--



*****



Sekarang, hanya tinggal penyesalan. Penyesalanyang tak tahu kapan hilangnya. Disini, ditempat ini aku membawa semua kenanganantara aku dan kau. Tangisku, seolah hanya sia-sia. Percuma aku meraung-raung,memanggil namamu ribuan kali, kau masih saja berada dibawah timbunan tanahhitam pekat ini. Saat ini, aku benar-benar kehilanganmu. Kehilanganmu untukselamanya.



“Hye Na, aku mencintaimu”

sumber: https://www.facebook.com/notes/kumpulan-cerpen-rorafizaus/menghilang-dari-jarak-pandangmu/4891911844983321
READ MORE - Cerpen Seru: Menghilang Dari Jarak Pandangmu

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #4

"Heh gadis gila! Jika kita bertemu lagi, aku tidak akan melepaskanmu!" teriak Daniel sambil menatap punggung gadis itu yang kemudian lenyap dibalik pintu lobby.

Daniel masih meringis kesakitan sambil memegangi kakinya yang sudah dua kali terkena tendangan menyakitkan itu. Ia benar-benar kesal sekaligus bingung. Kenapa gadis itu menyalahkannya seperti ini? Padahal mereka sama sekali belum saling mengenal.

"Daniel!" Daniel terkecoh mendengar panggilan itu dan segera menoleh kebelakang. Seorang pria tampan dengan kemeja putih dan rompi hitam dibadannya nampak berdiri tegak dibelakangnya. Daniel tersenyum sumringah lalu segera berdiri tegak membuat tinggi mereka tak terpaut jauh.

"Sedang apa kau disini? Aku sudah menunggumu diatas tapi kau tak kelihatan juga.." lelaki itu mengerutkan kening.

"Ah, tidak apa-apa.. Ayo kita minum teh bersama.." ajak Daniel dan segera merangkul kakak sepupunya itu masuk ke dalam lift.

***

"Eum, apa.. Kau baru memecat pegawai?" tanya Daniel setelah meletakkan cangkir tehnya diatas meja. Ia benar-benar penasaran dengan gadis yang bernama Karin tadi, sepertinya gadis itu benar-benar baru dipecat.

Keenan mengangkat sebelah alisnya dan nampak sedang berfikir. Detik berikutnya ia menjentikkan jemarinya.

"Benar! Seseorang yang bertugas di bidang marketing, aku tidak tau siapa orangnya siapa.. Aku hanya mendengar laporan dari sekretarisku.. Katanya dia sudah melakukan banyak kesalahan selama bekerja dan dia juga sering mengambil cuty, karena banyak pegawai lain yang protes.. Ku pecat saja dia" terang Keenan santai.

Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tapi kau tidak boleh sembarangan memecatnya, memangnya ada bukti tentang kesalahannya?" tanya Daniel. Keenan mendelik kearahnya. Seperti ada aroma lain dibalik ucapan Daniel yang terdengar saat ini.

"Kau kenal dia?" tanya Keenan setelah beberapa saat jeda. Daniel terdiam lalu menggeleng.

"Lalu kenapa kau seperti membelanya begitu?"

"Membelanya apa? Aku hanya bertanya apakah ada bukti.. Kasihan saja jika kau memecat orang yang tidak salah.."

"Hmm.. Ada banyak laporan mengenai kesalahannya, dan kurasa itu sudah cukup sebagai bukti.."

Daniel terdiam. Pikirannya lalu beralih ke sisi yang lain dan tak lama kemudian ia tersenyum tipis.

"Kakak, apa kau bisa memberiku biodatanya?"

***

Jam 1 siang, Daniel kembali ke kantornya setelah minum teh dan makan siang bersama dengan Keenan, kakak sepupunya. Ia kembali dengan wajah penuh arti, ditangannya ada sebuah map berisi biodata Karin yang dimintanya pada Keenan tadi.

Daniel mengernyit saat memasuki ruangannya dan mendapati sekretarisnya sedang berdiri di depan mejanya. Iapun langsung menghampirinya dan duduk di kursi kerjanya.

"Ada apa? Kau sudah selesai tanda tangan?" tanya Daniel lalu memeriksa beberapa file diatas meja.

"Aku tidak bisa melakukannya.. Aku mengundurkan diri" ucap wanita itu sambil meletakkan sebuah ampolp berisi surat pengunduran dirinya diatas meja. Daniel mendongak untuk menatapnya.

"Kau serius?" tanyanya. Wanita itu mengangguk kaku, agak takut dengan tatapan mata Daniel.

Sejenak hening. Daniel mesih menatap wajah mantan sekretarisnya dengan intens. Detik berikutnya ia melonjak bangun dan menjabat tangan wanita itu dengan heboh.

"Terimakasih! Terimakasih sudah mengundurkan diri.. Kau benar-benar melakukan hal yang tepat! Bagus! Tidak perlu khawatir, aku yakin kau akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik! Pergilah.. Aku sungguh rela melepasmu.." celetuk Daniel heboh. Wanita di depannya itu menatapnya bingung sekaligus kesal melihat tingkah Daniel yang seolah-olah memang sudah sangat lama menantikannya mengundurkan diri.

"Aku akan urus gajimu! Akan segera ku transfer ke rekeningmu! Pergilah.." ujar Daniel sambil mendorong punggung mantan sekretarisnya, dan wanita itupun segera melangkah keluar dengan pikiran yang benar-benar berkecamuk.

Daniel menghempaskan tubuhnya dan duduk dengan santai diatas kursinya. Dengan semangatnya, kursi itu ia putar beberapa kali. Sepertinya ia benar-benar sedang heboh sendiri.

"Aku akan menempatkanmu sebagai sekretarisku baruku!" gumam Daniel sambil mengamati biodata Karin ditangannya.

***

Gadis bernama Karin itu sedang meringkuk di atas tempat tidur kecilnya. Seisi kamarnya kelihatan berantakan, ia baru saja mengamuk dan memberantaki semua barang yang ada di kamarnya.

Depresi, itulah yang sedang ia rasakan. Kemarin gadis itu baru saja diputuskan oleh pacarnya dan hari ini ia dipecat dari pekerjaannya. Entah apa yang bisa ia lakukan tanpa pekerjaannya itu. Selama ini ia sangat bergantung pada pekerjaannya karena dengan gaji yang ia dapatkan dari pekerjaan itu lah, ia dapat makan, kuliah dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan sekarang entah bagaimana ia menjalani hidupnya sendirian, mungkin juga sebentar lagi ia akan di drop out dari kampusnya.

Ditengah kebimbangannya, ponsel gadis itu tiba-tiba berdering, dengan malas ia meraih benda itu dan lekas menjawab panggilannya.

"Halo.. Iya ini aku.."

"...."

"Apa?!"

sumber: https://www.facebook.com/notes/kumpulan-cerpen-rorafizaus/the-pursuit-of-love-4/4886837445490761
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #4

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #3

Seperti apa yang dikatakannya pada Daniel, Reina benar-benar mencari gadis yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan Daniel di kampusnya. Namun, nihil. Lagipula tidaklah mudah menemukan gadis dengan hanya mengandalkan ciri-ciri seperti itu karena pada dasarnya banyak gadis yang ciri-cirinya tak jauh berbeda.

Reina memekik frustasi dan menyerah, lalu menghubungi Daniel yang sedang berkutat dengan berbagai macam dokumen-dokumen penting di ruang pribadinya.

"Aku lelah! Aku tidak tahu gadis mana yang kau maksud! Carilah sendiri! Aku menyesal telah mengatakan mau membantumu!" cerca Reina begitu Daniel mengangkat telfonnya. Daniel mendesis kesal.

"Ya sudah kalau tidak mau membantuku! Kau tidak usah mencercaku begitu! Aku benci padamu!" oceh Daniel dan segera mematikan telfonnya.

Ia lalu bersungut-sungut. Moodnya hilang setelah menerima telfon Reina, ia jadi benar-benar malas menandatangani semua file yang diserahkan sekretarisnya. Dengan seenaknya, file itu diacak-acaknya hingga berantakan. Sekretarisnya memandangnya penuh emosi.

"Pak.. Kenapa kau melakukannya? Ini file yang sangat.."

"Aku malas! Kau saja yang tanda tangan!"

Sekretaris Daniel melongo mendengar ucapan atasannya itu. Ia lalu segera membereskan kertas-kertas yang bercecer diatas meja.

"Hey.. Tiru saja tanda tanganku dan tanda tangani semua file ini! Kau mengerti?!"

Perintah Daniel yang sangat tak masuk akal itu membuat sekretarisnya benar-benar frustasi. Sudah sekian tahun ia bertahan menjadi sekretarisnya dan sepertinya kesabarannya sudah habis. Daniel benar-benar menyebalkan dan cerewet.

"Aku pergi dulu! Ingat ya.. Segera belajar meniru tanda tanganku, lalu tanda tangani semua file itu!" kata Daniel kemudian mengambil jas yang tersampir di kursinya dan beranjak pergi.

Sekretaris Daniel berteriak frustasi sepeninggal atasannya itu. Wanita yang 5 tahun lebih tua dari Daniel itu menjerit-jerit tak karuan.

"Aku akan mengundurkan diri!!" teriaknya mengamuk.

***

"Kakak.. Kau ada di kantor?" tanya Daniel pada seseorang yang dihubunginya lewat telpon.

"Eum, ayo kita minum teh bersama.. Aku akan kesana" kata Daniel sambil menghidupkan mesin mobilnya.

"Baiklah" Daniel tersenyum, mengakhiri sambungan telpon dan lekas melajukan Ferrari hitamnya meninggalkan plataran parkir kantornya.

Tak sampai 10 menit, Daniel sudah menghentikan laju mobilnya di depan sebuah gedung kantor yang lebih besar daripada gedung kantor yang dimilikinya. Seorang pegawai langsung membukakan pintu mobil untuknya.

Daniel melangkah turun lalu memberikan kunci mobil pada pegawai itu, menyuruhnya memarkirkan mobilnya. Dan setelah itu, Daniel segera melangkah memasuki gedung.

Gayanya yang santai dan wajahnya yang terbilang tampan dan imut diusianya yang sudah 23 tahun membuat banyak pasang mata yang menatapnya kagum. Beberapa wanita dan gadis muda yang melewatinya nampak begitu terpana dengan ketampanannya. Daniel menanggapinya dengan senyum manis. Dengan senang hati, ia membalas senyum dan sapaan mereka. Daniel sudah sering kesini, dan perlakuan terhadapnya tak jauh berbeda dengan ketika dia berada di kantornya sendiri.

Langkah Daniel terhenti di depan lift dan ia berdiri untuk menunggu lift itu terbuka. Sembari menunggu, Daniel bersiul riang seperti kebiasaannya.

Pintu lift terbuka dan Daniel seketika tertegun, siulannya berhenti dan matanya menatap lurus seorang gadis yang berdiri di dalam lift itu dan beranjak keluar.

"Hey.. Kau.." Daniel bergumam dan gadis itu memandangnya keki.

"Apa maumu hah?" bentak gadis itu galak. Daniel tersenyum penuh arti mengingat gadiss itu sebagai seseorang yang kemarin ditemuinya dikampus.

Daniel melirik name tag di saku gadis itu. Karina Arista.

"Kau yang kemarin kan?" tanya Daniel basa-basi. Karin mengernyit lalu menatapi Daniel dari bawah keatas.

"Siapa kau?" tanyanya dengan muka datar. Daniel tertawa hambar.

"Kau lupa padaku?"

"Aku tidak mengenalmu!" kata Karin penuh penekanan lalu berjalan melewati Daniel begitu saja. Danielpun langsung menahan langkahnya dengan manarik paksa lengannya dan akibatnya, sebuah kotak besar yang dibawa gadis itu jatuh.

"Kau puas sekarang? Apa yang kau lakukan hah? Kau sengaja!? Kemarin di putuskan, hari ini di pecat! Hidupku benar-benar hancur! Kenapa? Kau mau menertawakanku? Kau puas?! Ini semua salah mu! Aku benci padamu!!" Karin mengoceh dan berteriak-teriak di depan Daniel membuat lelaki itu melongo, kesusahan mencerna kata-kata gadis itu yang mengalir begitu cepat.

Orang-orang mulai memperhatikan mereka. Daniel merasa risih apalagi Karin terus mengoceh.

"Semua orang senang saat aku menderita! Semua orang meninggalkanku! Aku dicampakkan! Aku di pecat! Besok apa lagi? Aku benci semuanya!"

Semua orang benar-benar melongo mendengar ocehan Karin yang sepertinya depresi, gadis itu buru-buru mengangkat kotaknya lalu menatap Daniel dengan tatapan seolah ingin membunuhnya.

Dan detik berikutnya, gadis itu menendang Daniel tepat di tulang keringnya. Daniel meringis dan Karin segera pergi.

sumber: https://www.facebook.com/notes/kumpulan-cerpen-rorafizaus/the-pursuit-of-love-3/4886772012163971
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #3

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #2

"Tapi aku masih mencintaimu, kenapa kita harus putus? Apa salahku?" isak gadis itu pilu.

"Salahmu hanya satu! Kau tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan!" lelaki itu bergegas pergi tapi si gadis menarik lengannya.

"Jangan seperti ini.. Aku mohon.."

"Aku tidak bisa! Mulai hari ini, jangan hubungi aku lagi, anggap saja kita tidak pernah bertemu.. Lagipula aku akan pergi keluar negeri" ucapan lelaki itu seketika membuat gadis yang memegang lengannya itu meluruh ke lantai, tangisnya pecah dan dengan teganya lelaki itu meninggalkannya. Daniel segera bersembunyi dibalik tumbuhan besar yang ada di dekatnya ketika lelaki itu keluar. Setelah memastikannya benar-benar sudah jauh, Daniel mengintip kedalam. Gadis itu masih duduk di lantai dan menangis.

"Ck, dramatis!" gumam Daniel sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia baru saja berniat pergi tapi entah kenapa, rasanya ingin sekali menghampiri gadis yang sedang menangis itu. Dan dengan langkah santai, Daniel masuk kedalam ruangan dan menghentikan langkahnya didepan gadis tersebut.

"Kau.. Kau kembali.. Aku tahu, kau masih mencintaiku.." kening Daniel mengernyit mendengar gumaman gadis itu ditengan isakannya. Tiba-tiba gadis itu berdiri lalu menangkup wajahnya dan menarik kepalanya, dan dengan sedikit menginjit, gadis itu sukses mendaratkan bibirnya di bibir Daniel. Daniel terkejut, matanya seketika melotot. Jantungnya berdebar begitu kencang. Apa yang dilakukan gadis ini, haa.. Menciumnya?

Daniel mendorong gadis itu menjauh dan gadis itu langsung melotot kaget ketika melihat bibir yang baru saja diciumnya itu bukanlah milik lelaki yang baru saja memutuskannya tadi melainkan milik lelaki yang sama sekali tak di kenalnya.

"Kyaaa!!" gadis itu menjerit kencang lalu menampar keras pipi Daniel. Daniel yang shock karena ciuman gadis itu tadi menjadi bertambah shock saat tamparan itu mendarat mulus dipipinya. Memberi efek perih yang membuatnya harus meringis.

"Dasar laki-laki gila! Tidak tau malu!" seru gadis itu penuh amarah. Dengan segera ia berjalan meninggalkan Daniel. Daniel yang tak terima dipanggil sebagai laki-laki tak tau malu itupun segera mengejarnya.

"Hey! Kenapa jadi kau yang marah-marah padaku hah? Ini bukan salahku! Jelas-jelas kau yang melakukan itu padaku, kenapa justru kau yang menamparku hah?!" Daniel terus mengoceh sambil mencoba meraih lengan gadis itu namun usahanya tak kunjung berhasil karena gadis itu berjalan dua kali lebih cepat darinya.

"Kau ini benar-benar aneh ya?! Yang seharusnya marah itu aku! Kau sudah seenaknya menci~" ocehan Daniel seketika terhenti karena gadis itu tiba-tiba berbalik dan membekap mulutnya. Daniel meronta-ronta tak jelas tapi gadis itu tak kunjung melepas bekapannya.

"Awas jika kau berani bicara seperti itu lagi! Aku akan memotong mulutmu yang bocor itu! Mengerti?!" ancam gadis itu. Daniel terpaksa mengangguk karena tak mau kehabisan nafas.

Gadis itu lekas melepas bekapannya lalu menendang betis Daniel sekuat tenaganya. Daniel meringis kesakitan sambil membungkuk memegangi kakinya. Gadis itu segera berjalan cepat, meninggalkannya tanpa menoleh sedikitpun.

"Dasar kau gadis gila!" teriak Daniel sambul memandang punggung gadis yang kian menjauh itu dengan tatapan penuh dendam.

Sebuah tepukan tiba-tiba mendarat dipundak Daniel, lelaki itu segera menoleh dan mendapati Reina sedang berdiri di belakangnya sambil mengemut permen loly kesukaannya.

"Kau dicampakkan wanita lagi?" tanya Reina dengan muka santai. Daniel menatapnya penuh amarah lalu menyeret tangan gadis itu, membawanya menuju mobil yang terparkir di depan gerbang.

***

"Kau kenal gadis itu?" tanya Daniel sambil menyetir tanpa konsentrasi penuh sedikitpun.

Reina berlagak seolah-olah sedang berpikir padahal tidak sama sekali.

"Kelamaan!" teriak Daniel kesal. Reina tertawa kecil dan kembali mengemut permennya.

"Aku tidak tau, aku tidak melihat mukanya!" kata Reina. Daniel mendesah.

"Aku akan mencarinya!"

"Sebegitu dendamnya kah? Biasanya kau senang dengan perempuan agresif yang menciummu duluan!"

"Ah, kau tidak mengerti.. Dia itu.. Tidak ikhlas, dia ingin mencium laki-laki yang memutuskannya itu, bukan aku!"

"Salahmu sendiri, muncul di saat seperti itu! Makanya jangan suka menguping!"

Daniel mengerucutkan bibirnya dan memukul stir mobil dengan tangannya.

"Tenanglah, akan ku bantu cari tahu jika kau memang ingin bertemu dengannya lagi" ucap Reina menawarkan.

"Bagaimana ciri-cirinya?" tanya Reina kemudian. Daniel terdiam, nampak sedang mencoba mengingat-ngingat ciri-ciri gadis tadi.

"Pendek!"

Reina seketika tertawa, setelah sekian lama berpikir hanya itu yang dapat disebutkan Daniel.

"Hanya itu?"

"Entahlah, sepertinya rambutnya agak panjang dan warnanya coklat kemerahan, kulitnya putih dan.. Cukup cantik" ucap Daniel. Reina menatapnya serius lalu mendekatkan mulut ke telinganya.

"Pertemuan pertama yang berkesan!" bisiknya. Daniel menatapnya kesal. Tapi gadis itu malah tertawa dengan santainya.

"Akan kucari gadis itu untukmu"
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #2

Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #1

Suara ponsel yang menggema di dalam kamar bernuansa coklat muda itu mengusik ketenangan seorang lelaki yang sedang meringkuk dibalik selimut tebalnya. Terdengar ringisan kecil di mulutnya saat menyibak selimut dan memandang kesal ponselnya yang tergeletak diatas meja kecil di samping tempat tidurnya.

Ia baru saja memejamkan mata beberapa menit yang lalu, melepas lelah yang menggerogoti tubuhnya selepas pulang dari kantor siang tadi. Ia ingin sekali bersantai sejenak namun keinginannya itu terusiklah sudah.

Tangan lelaki itu terulur untuk meraih ponselnya diatas meja, setelah mendapatkannya, iapun segera memeriksa layarnya dan meringis keki.

"Aish, kapan dia bisa membiarkanku tidur nyenyak?!" lelaki bernama lengkap Daniel Tan itu mengerucutkan bibirnya dengan gumaman-gumaman tak jelas sebelum akhirnya menekan tombol hijau di ponselnya dan meletakkan benda itu di telinganya.

"Ada apa? Kenapa kau ganggu tidurku hah?" celetuk Daniel dan langsung menjauhkan ponsel dari telinganya, guna menghindari lengkingan di seberang sana.

"Daaaaan!!!" teriakan itu begitu dahsyat. Bahkan tanpa menghidupkan loudspeakerpun, suara itu bisa terdengar begitu besar. Daniel meringis dan mendekatkan kembali ponselnya setelah merasa kondisi benar-benar sudah aman.

"Kenapa kau berteriak hah?" balas Daniel keki.

"Kau, jemput aku sekarang!"

Daniel menghela nafas. Reina benar-benar mengganggu. Baru saja ia ingin istirahat karena punggungnya hampir patah dan sekarang ia harus menyetir sejauh 5 KM untuk menjemput sepupunya itu. Ya ampun, Daniel benar-benar kesal.

"Kau tidak bisa minta di jemput kakakmu hah?"

"Tidak bisa! Kakakku ada rapat penting sekarang!"

"Kalau begitu naik taxi!"

"Tidak mau! Aku malas, bagaimana jika aku diculik?"

"Bilang saja kau itu ingin aku jemput agar semua teman-temanmu melihatmu dijemput oleh pria paling tampan sedunia, iya kan?"

"Kau percaya diri sekali ya!? Pokoknya jemput aku sekarang juga! Titik! Atau ku laporkan kau pada Ibumu!"

Shit! Daniel membanting ponselnya keatas tempat tidur, gadis itu selalu saja mengancamnya dengan ancaman-ancaman yang super basi. Tapi biarpun basi, Daniel tetap takhluk pada ancaman itu. Ia tak mau jika harus mendengar Ibunya mengoceh seharian, secara sepupunya itu adalah anak kesayangan Ibunya di karenakan Ibunya sangat ingin punya anak perempuan. Dan Daniel terkadang merutuk, kenapa dirinya tidak jadi perempuan saja?

Meskipun malas, keki atau apapun, Daniel terpaksa harus pergi menjemputnya juga daripada diserbu ocehan Ibunya.

Lelaki itu bergegas meninggalkan kasur empuknya dan berjalan masuk ke kamar mandi. Tanpa sempat mandi dan hanya mencuci muka, ia segera mengenakan jaketnya lalu meraih kunci mobil dan berjalan keluar.

Malas sekali harus menjemput gadis cerewet seperti Reina dan Daniel benar-benar yakin bahwa gadis itu hanya ingin memamerkan ketampanannya kepada teman-temannya dan mungkin akan memperkenalkannya sebagai pacarnya. Kadar kepercayaan diri Daniel memang tidak pernah berkurang sejak dulu.

Butuh waktu sekitar 10 menit dan Daniel telah sampai di depan gerbang kempus tempat Reina kuliah. Ia lihat banyak sekali mahasiswa yang berlalu lalang, entah baru datang karena kuliah siang atau sudah akan pulang. Diantara orang-orang itu, Daniel sama sekali tak melihat Reina.

Daniel meraih ponselnya dan menghubungi nomor Reina, sialnya gadis itu mengabaikan panggilannya.

"Jangan-jangan dia benar-benar di culik?" batin Daniel namun detik berikutnya tertawa garing.

"Siapa yang mau menculik gadis cerewet seperti dia?"

Danielpun memilih menunggu, mungkin tak lama lagi sepupunya itu akan keluar. Namun apa yang dipikirkannya tak sesuai dengan kenyataannya. 15 menit berlalu dan Reina tak juga nampak batang hidungnya.

"Damn! Dia benar-benar membuatku marah!" oceh Daniel dan segera turun dari mobilnya. Ia membanting pintu dengan cukup keras lalu berjalan memasuki area kampus.

Daniel menyusuri sekitaran kampus sambil memasang penglihatannya setajam mungkin supaya dapat menemukan Reina dan segera menceramahinya. Ia benar-benar kesal, gadis itu mengganggu tidurnya dan meminta dijemput tapi malah tak ada saat Daniel sudah sampai disini.

Langkah Daniel terhenti ketika ia lihat pemandangan yang cukup mengundang penasaran. Tepat di dalam sebuah ruangan kosong, sepasang manusia sedang berdiri berhadapan dan sepertinya tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.

Daniel mengangkat sebelah alisnya, sepertinya tidak ada salahnya mengintip, lagipula sudah lama ia tidak menonton drama percintaan. Iapun menoleh kebelakangnya, memeriksa bahwa tak ada orang lain disekitar sini lalu lelaki itu mendempetkan badannya ke tembok dan mulai mengintip lewat jendela yang terbuka.

"Aku sudah bilang! Lebih baik kita putus saja!" suara lelaki itu menggema membuat Daniel sedikit memegang telinganya. Tampak gadis di depan lelaki itu menunduk dan menangis.

sumber: https://www.facebook.com/notes/kumpulan-cerpen-rorafizaus/the-pursuit-of-love-1/4882484612592711
READ MORE - Cerpen Seru: The Pursuit Of Love #1